Kebenaran, Keadilan versus Kebathilan
(Alumni Fak. Syariah dan Hukum (IAIN)
UIN-SU Medan & Dewan Pakar DPW PPP Sumatera Utara)
Di era globalisasi sekarang ini, pengaruh media
sosial yang cukup canggih dan maju dalam waktu sekejap, kita telah dapat
mengakses apa yang terjadi dibelahan dunia. Dengan beragam pola dan tingkah
manusia baik yang negatif maupun positif membawa pembaharuan dan kemajuan yang
bermanfaat untuk kehidupan.
Tetapi tidak jarang pula, kita melihat bagaimana
manusia yang tertindas, terzhalimi, hidup sengsara senantiasa dalam kesusahan
yang menjadi santapan dari orang yang kuat mempunyai otoritas kekuasaan dan
mempunyai kelebihan materi dapat memonopoli ekonomi yang dapat menghancurkan
sendi-sendi rakyat ekonomi kecil yang sedang mengap dalam menghadapi
kehidupana. Kita tidak heran ada sekolompok manusia yang serakah, terbangun
dengan rapi dan sistematis, rasanya sulit untuk digoyahkan oleh orang-orang
yang tertindas. Segala wujud kapitalisme (fasisme, imprialisme, neo-past
liberalisme) suatu kejahatan terang-terangan, muncul berbuat dan bertindak sewenang-wenang,
disebabkan manusia itu meninggalkan fitrahnya, hati nuraninya, hanya mengikuti
syahwatnya yang membawa kepada keserakahan.
Kebathilan bergerak dan berkembang, tumbuh subur
ketika manusia mengabaikan kesucian diri (hanif) meninggalkan tuntutan yang
telah digariskan agama (Alquran dan Sunnah). Naluri atau fitrah manusia itu
sendiri yang diamanahkan Allah adalah hati yang muthamainnah (hati yang suci
yang diridhai Allah Swt).
Keburukan dan kebathilan akan muncul ketika manusia
absen dari kebaikan, kemungkaran eksis ketika manusia meninggalkan Tuhan,
mengedepankan hawa nafsu syetan yang menjadi acuan hidupnya. Hatinya menjadi
gelap, pikirannya menjadi kotor, tindak tanduknya arogan, centang perenang
tanpa memikirkan nasib orang lain. Maka, jadilah dia pengikut thagut yaitu
iblis berbadan manusia. Tanpa memikirkan penderitaan sesama makhluk Allah dan
orang disekitarnya.
Kebathilan itu seperti “bui” yang menutupi
air kebenaran atau seperti benalu yang melilit pohon kebajikan seperti mereka
itu ada disekeliling kita, wujudnya seperti parasid, eksistensinya tidak
mandiri melainkan menempel atau menumpang hidup dompleng pada kenaran dan
kebajikan. Diakibatkan lihainya memanfaatkan momentun yang ada dan selalu
bermuka dua (munafik). Pandai bersandiwara, berbahasa manis dan indah walhasil
walaupun kebathilan itu walaupun semu, namun karena terorganisir punya planning,
modal untuk menyuap para penjilat sehingga kelihatannya kebathilan itu kuat dan
berjasa.
Sedangkan kebenaran dan keadilan sering tidak
terkelola, termanajemen sehingga dipersepsikan lemah. Sementara, ada
orang-orang cerdas tahu tentang kebenaran dan keadilan itu baik tetapi mereka
diam saja. Tidak mau berbuat, bergerak, berjihad dalam arti luas tapi masa
bodoh. Yang pada akhirnya, orang-orang jahil (bodoh) mengambil peran penting
dalam tatanan kemasyarakatan berbangsa maupun berbangsa.
Keadilan dan kebenaran adalah salah satu nilai
universal yang menjadi penentu kemajuan dan kesejahteraan bangsa dan negara.
Semua itu, implementasi atau persepektif
ethics yang bersumber dari Ilahi dan tuntunan Rasulullah Saw.
Refleksi dari ucapan basmalah dengan nama Allah Yang
Maha Pengasih dan Penyayang. Sebuah ekspresi, idiologis yang jadi satu ajuan,
sandaran, untuk menegakkan satu kebenaran dan keadilan. Walaupun rintangan
pasti selalu didepan kita, tetapi maksimalisasi diri setiap manusia, harus
berbuat dan dipraktekkan membangun satu barisan, kekuatan, kebersamaan, untuk
menentang satu kebathilan dan kemungkaran yang telah merajalela itu. Kalau
begitu, dengan sendirinya kebathilan akan lemah paling tidak sifat arogansi
akan sirna, memang orang rakus dan tamak pada awalnya pandai mengambil hati
masyarakat.
Membuat satu pekerjaan, membuka lapangan sosial,
mengentaskan kemiskinan, berwajah baik dan penyantun. Padahal, itu sifatnya
temporer untuk mencari perhatian dan dukungan bak seorang pahlawan kesiangan.
Dari itu, kita harus jeli dan hati-hati dalam memilih apa saja atau
mendukungnya supaya tidak tertipu dikemudian hari.
Perjuangan apa saja untuk membangun kebenaran dan
kebaikan, keadilan sekarang juga harus menabur sosial kemasyarakatan gemar
menolong dan membantu orang lemah. Sehingga, orang yang berbuat semena-mena
akan tergusur dengan sendirinya.
Berjuanglah dan sadarlah kita semua teman, suadara, kerabat, tetangga dan siapapun kita sehingga, kebenaran dan keadilan tidak tersandera dari orang-orang yang menafikan kebenaran.
Komentar
Posting Komentar