RAMADHAN: MEMBANGUN TOTALITAS MENCINTAI INDONESIA
· Oleh: Hikmatiar Harahap
Penulis adalah Mahasiswa Universitas
Islam Negeri [UIN] Sum. Utara Medan
Tanpa bermaksud meragukan kecintaan kita terhadap Indonesia, sebab jikalau
ditanya secara pribadi tentu jawabannya aku cinta Indonesia. Namun, bagaimana
terhadap pribadi-pribadi yang selama ini yang melakukan korupsi, penyelewengan
dan penggelapan aset-aset bangsa, dan bagaimana juga terhadap pribadi yang menyebarkan
isu-isu hoaks, ujaran kebencian, propaganda, saling fitnah-menfitnah bahkan saling
tuduh-menuduh sesama anak bangsa, dan saling membuka aib satu sama lain, apakah
masih tepat mereka di sebut pribadi yang mencintai Indonesia. Proposisi inilah
menjadi starting point dalam merefleksikan bahwa kesadaran terhadap rasa
kebersamaan dalam keindonesian sedang terkikis secara berlahan-lahan dan berada
pada jurang terendah. Sehingga, point tersebut menjadi sebuah pertanda bahwa
ada indikasi pribadi diri yang menginginkan agar kekacauan, perpecahan,
perselisihan berkembang dan terjadi ditengah-tengah masyarakat Indonesia.
Tentu, tanpa bermaksud menuduh siapa-siapa orang yang terlibat di dalamnya.
Sehingga, refleksi tersebut sangat tepat pada moment ramadhan kali
ini, agar pribadi tersebut sadar dan betapa pentingnya totalitas dalam mencintai
Indonesia. Sehingga ramadhan 1440 H, target yang harus di capai adalah cinta
tanah air (cinta Indonesia). Hal ini penting, mengingat bangsa Indonesia baru
selesai melaksanakan hajatan politik yaitu, pemilihan presiden dan wakil
presiden dan pemilihan anggota legislatif baik tingkat pusat maupun daerah.
Sehingga sangat tepat, ramadhan ini menjadi barometer dan serta bahan renungan
bukan hanya untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan pribadi umat
muslim semata, tapi juga memastikan agar Indonesia negara yang aman, damai dan
tentram untuk di tempati atau di huni bukan hanya manusia tapi semua makhluk
hidup, sebagaimana dari tujuan ibadah puasa yakni menekankan aspek moralitas
dan agar selalu berbuat baik. Mengingat perkembangan situasi dan kondisi
politik Indonesia pra-pemilu dan pasca-pemilu sedang hangat bukan hanya pada pribadi
kontenstan melainkan juga terdapat pada partisipatisan (pendukung) sampai tingkat
bawah. Mencintai Indonesia berarti turut
berupaya menjaga ketertiban, keamanan, kedamaian, toleransi baik lingkungan
sekitar maupun nasional. Ini merupakan ungkapan sederhana bentuk dan ketulusan sebagai
bukti kecintaan terhadap tanah air Indonesia. Bahwa totalitas mencintai
Indonesia yaitu perpaduan jiwa, hati serta tindakan untuk mewujudkan Indonesia
dan kehidupan yang lebih baik. Kita sepakat, bahwa cinta akan membawa sesuatu
menjadi lebih baik. Sehingga dengan totalitas mencinta, masyarakat Indonesia
mampu berbuat lebih sempurna dalam mengembangkan kreatifitas, ide dan gagasan-gagasan
cerdas, yang dalam pandangan pemikir Ansari Yamamah yang terdapat dalam Islam
Transitif di sebut sebagai bentuk untuk memenuhi segala kebutuhan dan keperluan
kehidupan umat manusia dan hanya dengan totalitas mencintai Indonesia menjadi sebuah
bangsa yang mampu membangun sebuah peradaban dan sekaligus mendistribusikan
berbagai kemanfaatan semua dalam bentuk produksi untuk kemaslahatan umat
manusia dan alam semesta.
Puasa dan Totalitas Mencintai Indonesia
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa”. (QS.
Al-Baqarah[2];183).
Korelasi antara ibadah puasa terhadap upaya mewujudkan dan
menumbuhkan sikap kecintaan terhadap Indonesia terletak pada penekanan moralitas
dan berupaya agar selalu berbuat baik kapan dan di manupun posisi kita berada
yang menjadi tujuan utama dari ibadah puasa. Gagasan moralitas dan agar selalu
berbuat baik merupakan gagasan ganda yang secara naluri baik dan sekaligus pula
membutuhkan usaha yang sungguh-sungguh. Sehingga, disaat sedang melakukan
ibadah puasa pribadi jiwa akan dikontrol dan diawasi agar kualitas ibadah dapat
diraih. Maknanya adalah makanan yang halal saja diperintahkan untuk tidak di
makan, apalagi yang jelas-jelas ada unsur keharamannya sebagai jalan untuk
mengendalikan hawa nafsu. Dalam konteks keindonesiaan, proses ibadah puasa
sebagai sebuah proses untuk mewujudkan sumber daya manusia yang bermutu,
melalui sistem yang berkualitas yang mampu melahirkan sumber daya manusia yang
andal, berakhlak mulia dan profesional dalam bidangnya, dan mampu bekerjasama
dan bersaing di era teknologi dengan tetap mencintai tanah air. Sumber daya
manusia yang bermutu tersebut memiliki keimanan dan ketakwaan serta menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja, dan mampu membangun budaya
kerja yang produktif dan berkepribadian. Serta dengan budaya berpuasa juga, sudah
seharusnya dapat menekan agar tidak terjadi perpecahan, atau opini tanpa isi
(hoaks) yang tujuannya memunculkan perselisihan. Yang hal ini termasuk dalam
hasrat untuk menjelek-jelekkan kelompok tertentu seraya memancing kekerasan dan
kezhaliman terhadap kelompok tertentu. Kejadian
unik tersebut sering dimainkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung
jawab. Mencoba menimbulkan berbagai fitnah untuk membenturkan masyarakat supaya
terjadi kekacauan dan perpecahan sendiri. Provokasi-provokasi yang dilancarkan
terkadang hanya mengangkat isu-isu yang kecil namun terus dibesarkan untuk
menarik masyarakat kearah tertentu. Bahwa yang perlu kita renungkan kembali,
bahwa rasa persaudaraan sebangsa setanah air dimaknai sebagai bentuk perekat
antar anak bangsa.
Ketika ibadah puasa selesai di tunaikan, pencapaian spritual
dihadapkan pada tantangan baru, yaitu mengendalikan nafsu kesombongan,
keserakahan, dan harta yang haram. Kaitannya dalam konteks terkini, bahwa
ibadah puasa merupakan sebuah bentuk pencapaian kesadaran diri terhadap
tanggung jawab pribadi. Kaitannya, ada sebuah gerakan moralitas yang dapat membentengi
diri agar tidak melakukan praktek-praktek negatif, seperti korupsi, penipuan,
penggelapan yang akan selalu di larang dan bagian ayat tertentu Alquran mencela
pribadi-pribadi ini. Sisi yang lain, ibadah puasa bertujuan untuk berbuat baik,
memberikan sebuah pesan untuk mencermati, merenungkan, dan memikirkan berbagai
fenomena kehidupan agar kita memahami kerja dunia. Apa yang Alquran suguhkan
dengan melapisi hal-hal yang spritual dengan hal-hal yang duniawi adalah
perpaduan untuk melakukan transformasi dan reformasi sosial yang harus
dilakukan saat ini.
Akhirnya, ibadah puasa memainkan peranan ganda yaitu aspek
moralitas dan perilaku agar selalu berbuat baik. Inilah makna dari sebuah
bentuk totalitas dalam mencintai tanah air Indonesia. Aspek moralitas merupakan
nilai utama dalam Alquran dan ini hanya dapat di tangkap oleh orang-orang yang
beriman. Bahwa tuntutan moralitas secara
sosial menuju ke arah kesejahteraan dan keselarasan dalam masyarakat. Alquran
menentang individu dan masyarakat untuk menyisihkan kehendak berkuasa mereka
dan mengutamakan kerja sama mengatasi berbagai masalah moral dan etis
kemanusian.
Sedangkan, dalam aspek agar selalu berbuat baik merupakan sebuah
keadaan yang bersumber pada pribadi seseorang yang dapat memberikan bias
(memancarkan) kebaikan, kemanfaatan baik terhadap masyarakat, bangsa dan
negara. Berbuat baik harus terus-menerus di cari, ditetapkan sesuai dengan
konteks yang terus berubah. Inilah kebaikan yang paling utama yang menjadi
salah satu ciri orang yang berpuasa dalam konteks kencintaan pada Indonesia. Perubahan
itu berjalan sesuai dengan perubahan masyarat itu sendiri, kesadaran moral kita
terhadap suatu masalah, dan juga pemahaman kita atas apa yang dianggap baik.
Bentuk kebaikan yang paling sederhana antara lain, integritas, mewujudkan
keadilan sosial, serta amanah dalam kepemimpinan dalam konteks terkini. Amin. Wallahu
a’lam bis shawab.
Komentar
Posting Komentar