SOCIAL DISTANCING: MERUMUSKAN RUMAH TANGGA IDEAL

Happy Muslim Family Images, Stock Photos & Vectors | Shutterstock

Text Box: •   Oleh: Hikmatiar Harahap
 


“Dan hendaklah kamu tetap dirumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyyah yang dahulu dan dirikan salat, tunaikan zakat dan taatilah Allah dan rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”. (QS. al-Ahzab [33]ayat: 33).
Mengawali tulisan ini, penulis sangat terkesan pada sebuah lirik lagu yang berjudul Senyum Keluargaku Ciptaan Irvan Limbong “Hari ini aku bahagia, berkumpul bersama keluargaku, Ayahku mengajariku, Ibuku mendukungku, disaat ku terjatuh, oh Tuhan terima kasih, Kau kirimkan malaikat tak bersayap kepadaku”.
Social Distancing sangat berfungsi bukan hanya dalam meredam penyebaran wabah penyakit, tetapi juga sangat berfungsi untuk keluarga, memiliki waktu leluasa dirumah untuk memperbaharui ketahanan suatu rumah tangga. Sebab, sebagian keluarga relatif singkat memiliki waktu luang dan kesempatan untuk menjalin komunikasi, berkumpul bersama, untuk berbagi cerita, agar tumbuh sikap saling pengertian sehingga terciptanya perasaan kasih sayang yang menumbuhkan adanya bentuk dukungan, apresiasi dan penghargaan kepada keluarga, malah terpinggirkan lebih disebabkan karena tuntutan pekerjaan dan aktivitas yang relatif padat dan mendesak.
Begitu juga, anak-anak memiliki hak-haknya dalam keluarga diantaranya agar didengar setiap ceritanya, ini tidak hanya berguna untuk menciptakan kepercayaan diri dan daya kreativitasnya namun juga untuk mengetahui minat dan bakatnya agar dapat dikembangkan dikemudian hari, untuk masa depan yang lebih cerah dan maju. Bila kita berkaca pada sebuah film yang berjudul (tiga) 3 Idiots yang menggambarkan para orang tua yang selalu memaksakan kehendaknya kepada sang anak tanpa pernah menanyakan apa keinginan dan kesenangannya terlebih dahulu, bila hal ini terus berlanjut akan berdampak pada anak, pada akhirnya akan muncul tekanan demi tekanan yang membuat anak akan jenuh dan bosan serta daya tangkap imajinasi dan kreativitasnya hilang. Begitu juga yang terjadi saat ini, bahwa dunia anak-anak lebih banyak menyita perhatian dan waktunya dalam dunia smartphone, android yang selalu memanjakanya dengan dunia games yang tak berakhir, inilah realitas yang terjadi di sebagian rumah tangga. Sehingga, hubungan keluarga semakin renggang, rasa sosial dalam bermasyarakat semakin tipis sehingga pribadinya tumbuh dalam dunia mementingkan dan mencari kesenangan diri sendiri (hedonisme).
Menyikapi hal diatas peran keluarga sebagai garda terdepan untuk mewujudkan rumah tangga yang baik, ideal menuju terciptanya keluarga yang penuh kejujuran, solidaritas, kecerdsan serta karakter positif lainnya. Kesadaran untuk memperbaharui rumah tangga harus setiap saat terlaksana, melalui jalan intrekasi dengan saling mencurahkan isi hati, perasaan dan pikiran, saling tolong menolong agar hak dan tanggung jawab dapat terpenuhi dari proses itu akan tercipta rumah tangga yang ideal. Keluarga yang tenang, bahagia dan sejahtera yang merupakan tujuan dari pernikahan dan tentunya berbagai cara akan ditempuh untuk mengupayakan agar bangunan rumah tangga tetap utuh, bertahan sampai batas yang lama, hal ini terkadang diungkapkan melalui perasaan cinta satu sama lain. Rumah tangga yang didalamnya ada seorang Ayah, ibu dan anak-anak yang merupakan miniatur (bangunan kecil) dalam membangun peradaban masyarakat dan bangsa. Bangunan kecil yang dimaksud memiliki fungsi atau peran masing-masing yang dimainkan secara berkolaborasi untuk mencipta tatanan rumah tanggga.
Tak jarang kita mendengar bahwa rumah tangga yang baik akan menghasilkan tatanan masyarakat yang berperadaban tinggi, sebaliknya dari rumah tanggga yang sedang diguncang setumpuk problematika (brokenhome) maraknya perceraian, KDRT akan menimbulkan berbagai penyakit dalam masyarakat. Kerusakan rumah tangga akan menimbulkan tindakan kriminalitas yang tinggi, ini menimpa bisa kepada siapa saja terlebih kepada sang anak, karena merasa tidak diperhatikan, dia akan mencari dunia sendiri dan tak jarang emosinya tidak terkontrol, malah akan memudahkan jiwanya terjerumus pada aksi-aksi negatif seperti, kenakalan remaja, penggunaan obat-obat terlarang, pergaulan dan seks bebas, pencurian, pemerkosaan, pendidikannya akan berantakan, jika dilakukan secara terus-menerus akan berdampak pada sikap dan akhlaknya terus merosot dan tak jarang masa depannya akan terasa gelap, pahit dan curam.
Untuk itu perlu kita renungkan ayat berikut, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkann”. (QS. at-Tahrim [66] ayat: 6).
Dari ayat di atas dapat kita ambil kesimpulan, bahwa untuk membentuk rumah tangga yang ideal itu melalui upaya, usaha, keinginan yang sungguh-sungguh agar setiap keluarga memerintahkan mereka taat kepada Allah Swt., serta menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat. Bentuk kewajiban yang harus diajarkan kepada keluarga adalah mengajarkan kepada mereka pemahaman agama yang kuat, konsisten serta istikomah, mengarahkan mereka agar selalu berbuat baik dan kebajikan yang disertai dengan sikap, perangai, etika, moral dan akhlak yang tinggi kepada siapapun, baik dalam konteks membangun masyarakat dan bangsa.
Merumuskan keluarga ideal dalam buku Keluarga Sakinah karya H. Abdul Qadir Djaelani yang terpenting adalah menanamkan pendidikan keluarga yang Islami. Pendidikan keluarga yang Islami mempunyai posisi pertama dan utama dalam menentukan setiap keluarga didik untuk masa depan mereka. Pendidikan keluarga yang Islami proses yang sudah dilakukan semenjak masa bayi masih dalam kandungan hingga anak itu dewasa atau berkeluarga. Hal ini sangat logis, sebab sebagian terbesar dari kehidupan seorang anak masih tetap berada ditengah-tengah keluarga; di sekolah mereka paling banyak menghabiskan waktu antara empat atau lima jam sehari.
Sedangkan dalam sisi peraturan perundang-undangan juga terkait regulasi ketahanan keluarga pada pasal 28 B UUD 1945 ayat (1), “ Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”. Dan, ayat (2), “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Untuk itu, peran pendidikan yang Islami serta dukungan negara, sangat berdampak signifikan untuk mewujudkan rumah tangga yang ideal. Sehingga, dikemudian hari muncul generasi-generasi yang kuat terhadap ajaran agamanya, serta lihai dan sukses dalam merumuskan serta menggapai urusan dunia dan kemanusiaan. Sehingga, kedua peran itu baik pendidikan agama dan dukungan negara harus sama-sama bergandengan untuk mencapai kondisi rumah tangga yang mantap dalam iklim sakinah (tentram), mawaddah (saling mencintai) dan rahmah (saling menyayangi), untuk menghadirkan agar bangsa ini tampil perkasa yang didalamnya dipenuhi para keluarga-keluarga produktif yang siap mencetak Indonesia menjadi bangsa yang maju dan berkualitas. Menjadikan potret rumah tangga masa kini, rumah tangga yang Islami serta unggul dalam penggunaan alat-alat teknologi. Demikian, sekilas pandangan tentang rumah tangga yang ideal, tentu saja lembaran kecil ini tidak menggambarkan secara sempurna. Sekian. Wallahu a’lam
Penulis adalah Alumni Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sum. Utara Medan

Komentar

  1. Saran, ada kata perkata terlalu jauh jaraknya,penulisan idiots atau idiot mana yang lebih benar! Pragrap terakhir barisan ke 6 ada baca an serta lihai apa maksud kata katanya, demikian masukannya wassalam

    BalasHapus
  2. Terimakasih atas kunjungan dan sarannya yang membangun. Sukses selalu.

    BalasHapus
  3. Bismillahirrahmanirrahim.
    Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh sebelumnya pak,. Rahayu sangat setuju Sosial distancing masa kini memang membentuk semua keluraga untuk lebih erat diam dirumah,.itu secara empiris ,. Namun secara fakta data yang terjadi di lapangan sesungguhnya, betapa banyak keluarga yang ideal tapi tidak berkecukupan.hal inilah yang kemudian harus bapak angkat juga di satu sisi lainnya terkait darurat sipilnya para keluarga yang justru tidak dibuat ideal dengan keadaan ini,. Rahayu justru tidak setuju dengan pembahasan ininjanya dalam satus sisi,. demikian pak. Terimakasih

    BalasHapus
  4. Bismillahirrahmanirrahim.
    Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh sebelumnya pak,. Rahayu sangat setuju Sosial distancing masa kini memang membentuk semua keluraga untuk lebih erat diam dirumah,.itu secara empiris ,. Namun secara fakta data yang terjadi di lapangan sesungguhnya, betapa banyak keluarga yang ideal tapi tidak berkecukupan.hal inilah yang kemudian harus bapak angkat juga di satu sisi lainnya terkait darurat sipilnya para keluarga yang justru tidak dibuat ideal dengan keadaan ini,. Rahayu justru tidak setuju dengan pembahasan ininjanya dalam satus sisi,. demikian pak. Terimakasih

    BalasHapus
  5. Pemberlakuan social distancing sbg upaya antisivasi terhadap laju pemyebaran Covid-19 saat ini, tanpa disadari memiliki konsekuensi terhadap upaya pembentukan keluarga ideal. Hikmah yg positif, semoga sj kesadaran masyarakat terhadap pentingnya membentuk kelurga ideal selama masa distancing ini tidak hilang seiring dengan dicabutnya himbauan ttg social distancing oleh pemerintah kelak setelah pandemi Covid-19 dinyatakan selesai...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih kakak atas komentarnya semoga tercapai keluarga yg di maksud

      Hapus
  6. Assalamu'alaikum warohmatulloh.
    Terimakasih atas pengetahuan dan wawasan yg disampaikan oleh Abangda. Semoga bisa diamalkan untuk diri saya, dan orang banyak.
    Saya punya saran sedikit saja, semoga bisa membangun tulisan ini.
    Saran saya, penjelasan mengenai manfaat social distancing perlu ditambah lagi dalam hal kisah atau sejarah yang pernah terjadi dimasa lampau. Bukankah pada zaman Rasulullah juga pernah ada perintah untuk menjaga jarak dan pergi ke bukit bukit. Dari kisah seperti itu bisa ditambah untuk menguatkan artikelnya. Jadi pembaca yg tidak tahu bisa lebih paham apa makna social distancing.
    Saran saya abangda. Saya bersyukur jika itu bisa diterima. Assalamu'alaikum��

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer