“ Berpolitik itu, untuk terciptanya secara
bersama antara kebaikan atau keburukan, politik sesungguhnya saling menguji,
untuk kebaikan bersama.”
Sejatinya berpolitik merupakan sarana untuk saling
memberi dan mengisi bukan fitnah dan menebar benci. Berpolitik merupakan
kebutuhan umat manusia dan mesti diisi dengan kegembiraan yang hakiki. Suasana
saling memberi merupakan tindakan terpuji untuk memaknainya cukup melalui jalur
jiwa, raga dan harta diperuntuhkan untuk negeri. Niscaya, nilai kebangsaan akan
diisi dengan saling berlomba-lomba menumpahkan kepunyaan diri. Sesuatu yang
sangat berarti untuk diwujudkan dalam aktivitas sehari-hari. Politisi-politisi
yang berbicara dan bertindak dari hati ke hati merupakan contoh yang harus
dinanti saat ini. Berpolitik bukan hanya bicara tentang tata cara meraih
kekuasaan dengan berharap simpati. Demikian, lebih kepada pragmatis, namun yang
dituju dan hendak diraih adalah keummatan dan kebangsaan yang bernilai tinggi.
Berpolitik untuk saling memuji, bukan politik yang
emosional, saling jegal-jegalan apalagi baperan dan sakit hati. Keindahan
berpolitik adalah saling menghargai dan mengakui untuk saling belajar dan
membaca diri. Memuji orang lain sebuah keterlibatan diri untuk mengakui
kehebatan agar saling mengunci dan membentuk diri agar lebih baik dan suci.
Terkadang, mengakui keunggulan orang lain, sungguh berat rasanya, apalagi
dengan hati. Tetapi, demokrasi sesungguhnya mengarahkan hal itu, agar
terwujudnya nilai tentang saling memahami, saling mengenali untuk terbentuknya
politik yang dapat mengedukasi. Saling memuji satu sama lain, sesuatu yang
pasti dan pujian dari lubuk hati yang paling dalam adalah ketulusan dalam menyampaikan
yang penuh cinta demi untuk damai.
Sungguh pesan yang sangat berharga ketika Presiden
Jokowi berpidato pada HUT partai Perindo yang mengingatkan semua unsur untuk
saling memuji dengan prestasi-prestasi yang diraih. Sebuah pesan yang sangat
menyentuh. Pesan yang mesti dimaknai dengan penafsiran yang bersifat vital agar
konteks pembangunan bangsa-negara, supaya terwujud cita-cita kemerdekaan yang
diraih dengan suka, duka dan susah payah.
Oleh karena itu, kemestian untuk menatap
bangsa-negara secara bersama-sama, saling mengkritik untuk membangun dan
menyadarkan keadaan. Bangsa yang besar tentu lahir dari pemikiran-pemikiran
yang saling menghargai, memuji dan saling memperbaiki, bukan dengan jalan
saling mengucilkan apalagi meminggirkan. Mengeruhkan suasana kebangsaan sama
halnya menginginkan agar bangsa-negara tidak maju, jauh dari keadilan dan
kesejahteraan. Tentu sangat bertentangan dengan tujuan dari politik. []
(Sekretaris Eksekutif Transitif Learning Society
Islam Transitif dan Dosen Universitas al-Azhar Medan).
Komentar
Posting Komentar