HARTA DAN PERAN NEGARA KONTEKS TERKINI
“Dengan harta kamu dapat berjaya
Baik di darat, laut maupun udara
Agama dan harta haruslah punya
Untuk dunia dan akhirat ditata”
*Hikmatiar Harahap
الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. QS. Al-Baqarah [2] ayat 155.
Ayat diatas dapat dilihat penjelasannya dalam tafsir ath-Thabari bahwa
ujian yang diberikan kepada manusia berupa didatangkan ketakutan atas kehadiran
musuh dan keadaan alam yang tidak menentu sehingga membuat hasil pangan tidak
stabil menyebabkan muncul kelaparan yang berakibat pada situasi dan kondisi kekurangan
harta.[1]
Sedangkan dalam Tafsir al-Maraghi ayat tersebut dijelaskan kondisi atau
keadaan yang dirasakan akibat kelaparan, kekurangan harta sampai-sampai makan
pun hanya cukup dengan mengulum buah kurma, lalu disimpannya kembali mengingat
keadaan dan kondisi belum dapat diprediksi.[2]
Untuk itu, sangat menarik mengulas potongan ayat وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ (kekurangan harta),dalam
konteks kehidupan dunia modren.
Harta menjadi tanda kesempurnaan perjalanan
manusia harus diimbangi dengan keberadaan dan kepemilikan harta benda. Ajaran
Islam sangat menekankan para penganutnya penting mempunyai harta. Dengan harta
akan nampak sebongkah harapan untuk masa depan. Pentingnya mempunyai harta
dapat dilihat dari percakapan Luqman dengan anaknya. Suatu ketika sang Anak
bertanya kepada Luqman, “Ayah, seandainya aku harus memilih dari semua apa yang
ada di dunia ini, maka apakah yang harus aku pilih ?”
Sang Ayah menjawab, “ ad-diin yaitu agama”. Kebijaksanaan
yang ingin disampaikan Luqman kepada anaknya, bahwa ada lima prinsip yang harus
dipegang teguh dalam beragama, salah satu menyinggung mengenai kepemilikan harta,
bahwa dengan harta akan lebih indah dan leluasa dalam menjalankan perintah
agama, demikian Luqman ingin menegaskan, “Wahai Anakku, selama engkau tidak
mengetahui bahwa gudang perbendaharaan rezeki Allah telah habis, janganlah kamu
merasa gundah soal rezeki mu”. Demikian, Luqman ingin memberikan doktrin pemikiran
bagi umat manusia bahwa masa depan hidup harus dapat diseimbangkan dengan harta.
Untuk itu, berkaitan cobaan terhadap kekurangan harta yang sedang dan menimpa
manusia yang terdapat dalam al-Baqarah ayat 155. Bahwa kekhawatiran “kekurangan
harta” sering membuat manusia hilang tujuan, perasaan yang diikuti dengan berkeluh
kesah bahkan meratapi sehingga membuat hilang kelezatan hidup seolah dunia dan
keadaan tidak berpihak padanya.
Untuk itu, menyikapi keadaan sumber daya alam
dunia serta kebutuhan umat manusia saat ini sudah mulai bertolak belakang.
Kebutuhan hidup semakin banyak sementara kondisi alam semakin menyempit,
terkikis, bahkan lenyap dari kehidupan. Sesungguhnya kondisi ini yang harus
dipikirkan dengan bijaksana agar kehidupan alam dan manusia dapat
dikeseimbangkan agar tidak terjadi kekhawatiran berupa kekurangan harta. Tentu
langkah-langkah yang harus dilakukan membiasakan diri dan pikiran agar dapat
memanfaatkan seluruh ciptaan Allah untuk kemaslahatan dan kebahagiaan hidup
umat manusia.
Namun yang menarik dari percakapan antara
Luqman dengan Anaknya, dilanjutkan dengan “tapi, bagaimana jika aku diminta mengambil
dua pilihan?”,
Jika kamu diminta mengambil dua pilihan,
ambillah ad-diin wa al-maal yaitu agama dan harta.
Dilanjutkan Luqman, “Anakku, bahwa harta itu
penting, karena kita tak hanya hidup di dunia alam idea semata, melainkan juga hidup
di alam fakta dan realita”. Bahwa adanya rasa kekhawatiran terhadap kekurangan
harta merupakan sifat alamiah manusia. Kemudian dilanjutkan Luqman, “Anakku,
harta itu penting, maka bekerja wajib hukumnya dan kerja keras menjadi
kuncinya”.[3]
Untuk itu, bahwa gagasan yang harus
dikemukakan pada al-Baqarah ayat 155 bahwa setiap manusia memiliki kemampuan
dan isi dalam mencari, mengelola, memaksimalkan alam dan isinya untuk
kepentingan umat manusia.
Kesadaran yang harus dibangun manusia adalah
bekerja secara profesional, giat, teliti dan selalu berusaha untuk memberikan
yang terbaik. Bahkan ditegaskan diakhir “Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”, menunjukkan usaha dan pengorbanan manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya adalah dengan jalan sabar, profesional dan memiliki sifat untuk
mengembangkan diri dan orang lain.
Ayat ini memberikan penegasan bahwa setiap detik kehidupan harus
dirayakan dengan koleksi yang terbaik. Sehingga sekecil apapun kesempatan yang
diberikan harus diberikan karya yang terbaik. Seperti pepatah lama bahwa
“pisang tidak berbuah dua kali”, untuk itu, menepis segala kekhawatiran,
ketakutan yang tidak berdasar harus mengedepankan rasionalitas dan menumbuhkan
harapan demi harapan. Sehingga akan terciptanya relasi agama dan harta melengkapi
hidup. Terwujudnya relasi agama dan harta merupakan sandaran transendental yang
membangun suasana keberhasilan dengan usaha yang mengedepankan rasa syukur bila
berhasil dan menyerahkan hasil akhir dengan hati yang dipenuhi rasa tawakkal
kepada Allah Swt.
Perlu teks vitalitas mengenai makna kekurangan harta yang seringkali
pemaknaannya ketidakpunyaan harta, miskin, tidak memiliki pekerjaan tetap dan
sebagainya. Sesungguhnya potongan ayat tersebut merupakan penyebutan terhadap
manusia yang selalu memiliki rasa kekhawatiran yang disebabkan kegagalan
sehingga terkesan tidak mau mencari jalan alternatif untuk mewujudkan tercapainya
keberhasilan, sehingga nilai yang harus ditanamkan adalah motivasi tinggi agar
menjadi orang yang terbebas dari kemiskinan.[4] Solusi yang harus
ditanamkan agar terhindar dari kemiskinan adalah konsisten, fokus, berani
mencoba dan inilah yang kunci dari akhir ayat tersebut yaitu memberikan berita
gembira kepada orang-orang yang sabar. Artinya berita gembira adalah
kondisi dunia dan keadaan akan lebih baik, maju, produktif serta tercapainya
prestasi yang dapat saling membangun dan menyelaraskan keadaan.
Untuk itu, ayat ini memberikan penuh harapan-harapan kondisi hidup yang
akan lebih baik dan produktif. Perasaan kebahagian adalah kemenangan dalam
mengelola situasi dunia dan alam menuju fasilitas-fasilitas yang dapat
dinikmati dengan penuh tanggungjawab yang dihiasi keadaan jiwa yang bersih,
serta fasilitas akhirat yang dihiasi dengan amal-amal soleh. Sehingga وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ adalah pencapaian penuh bahagia di dunia karena dapat memanfaatkan dan
mempengaruhi orang untuk produktif mengelola alam yang dihiasi dengan norma,
nilai,etika dan khazanah serta kebudayaan lokal setiap kehidupan umat manusia
yang disiasati dengan kebijakan politik-politik negara yang berpihak kepada
memanusiakan manusia.
Perlu untuk ditegaskan bahwa dalam mengelola sumber daya alam harus “Dan
barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka
sesungguhnya Allah Maha mensyukuri kebaikan lagi maha mengetahui”.[5] Penegasan ketika
berhadapan dengan aktivitas-aktivitas pekerjaan baik fisik maupun pikiran harus
terhindar dari paksaan, tekanan, tuntutan serta ketidakadilan nilai.
Menarik sekali mendiskusikan potongan ayat seperti yang dijelaskan dalam
tafsir al-Maraghi bahwa “mengistilahkan kebaikan Allah adalah wujud ungkapan
rasa syukur kepada hambanya yang memiliki kreativitas dapat mengelola alam dan
isinya. Untuk itu, sebuah aktivitas fisik yang dijiwai dengan sepenuh hati,
penuh perhitungan dan pertimbangan, target dan harapan yang terukur dan jelas
akan memberikan kebajikan berupa mampu mengerahkan potensi, tenaga, memotivasi
dan mempengaruhi orang-orang untuk berjiwa ikhlas, profesional, menampilkan
yang terbaik dengan cita-cita luhur untuk membangun negara dan bangsa, bahkan
dunia untuk lebih baik.
Dalam buku Dasar-Dasar Ekonomi Islam karya H. Zainal Abidin Ahmad
pentingnya Ketuhanan dalam ekonomi, selain untuk memperkuat moral dan sosial,
tentu juga untuk mengontrol segala action, perilaku, aktivitas yang mungkin
akan tumbuh menjadi kekuatan yang memberikan bentuk kekejaman terhadap
kehidupan. Sehingga, Ketuhanan dalam ekonomi sesungguhnya memberikan tuntunan
suci dan berharga untuk pembentukan ekonomi baru dunia.[6] Menarik sekali mengenai
kemampuan manusia dalam mengelola alam dan isinya harus ada nilai yang
mengontrol agar tidak menciptakan kesusahan bagi manusia. Bahwa prinsip dari
kehidupan adalah bekerjakeras, produksi selama tidak menzalimi diri dan alam
sekitar.
Lebih lanjut dijelaskan Dalam buku Dasar-Dasar Ekonomi Islam bahwa
tugas-tugas pemerintah, antara lain: [7]
1.
Menghindari ancaman
kelaparan QS. Isra’, ayat 31.
2.
Menjamin pekerjaan. Dalam
politik ekonomi Islam harus ditujukan menjamin adanya pekerjaan bagi seluruh
warga negara. QS. At-Taubah ayat 60 menjamin kehidupan antaranya fakir dan
miskin. Bahwa jaminan yang harus ditunaikan pemerintah bukan bersifat
insidentil (sementara) melainkan mewujudkan pekerjaan yang sifatnya sungguh-sungguh
permanent (tetap).
3.
Memberantas kemiskinan.
Membiarkan adanya kefakiran berarti membuka satu dari dua bahaya, yaitu putus
asa atau menganggur.
4.
Mengadakan
organisasi-organisasi sosial. QS at-Taubah ayat 91 orang yang lemah, sakit dan
yang cacat (cidera salah satu atau sebagai anggota tubuhnya), anak-anak yatim,
orang-orang safih (bodoh) serta para wanita yang ditinggal suaminya memerlukan
jaminan hidup yang harus diupayakan oleh pemerintah.
5.
Menjadikan rakyat tangan
memberi.
Poin yang empat ditujukan untuk mengurangi bahaya-bahaya kekurangan
harta, maka poin lima mengerahkan potensi rakyat yang dikelola pemerintah agar
dapat mencari, berusaha dan menghasilkan belanja bukan hanya terbatas untuk
biaya hidupnya tapi dapat menyumbakan pada kemajuan negara.
Hal yang demikian dapat dijumpai mengenai konsep dasar yang ditawarkan
Ibnu Sina terkait kehadiran negara untuk menyanggupi kebutuhan hidup dan
kepentingan warga masyarakat. Dalam hal ini terekam jelas dalam buku “Negara
Adil Makmur menurut Ibnu Siena”. Istilah yang dikemukannya Ibnu Siena
adalah sebuah bangsa harus mempunyai “harta kolektif” yang disebutnya مال مشترك dan
penggunaanya yang terpenting ialah untuk kepentingan masyarakat yang kolektif
yang dinamakan مصالح مشتركة. Sedangkan
penjelasannya.
1.
Negara berhak melakukan
tindakan sosialisasi untuk mengadakan harta negara yang kolektif yang digunakan
untuk kepentingan warga negara.
2.
Harus ada tindakan
sosialisasi, terutama untuk. Pertama, perusahan-perusahan vital yang langsung
berhubungan dengan kepentingan rakyat banyakm berupa industri-industri baik
kecil, menengah ataupun besar. Kedua, tanah-tanah pertanian agraris.
3.
Harta-harta yang disita oleh
negara yang bersumber dari putusan hakim.
4.
Penggunaan uang negara
kolektif harus diatur untuk. Pertama , kepentingan-kepentingan
masyarakat yang bersifat kolektif. Kedua, membelanjai para pelindung
keamanan dan para pegawai. Ketiga, membantu orang-orang uzur baik karena
sakit ataupun sudah tua.[8]
Untuk itu, setiap aktivitas harus mengerahkan kekuatan terbaik agar
hasilnya maksimal dan dapat digunakan dan dimanfaatkan generasi dunia. Dan,
terpenting setiap aktivitas itu jangan harus disorot depan layar, disanjung
dunia atau pencitraan baru melakukan yang terbaik, melainkan ikhlas dan penuh
tanggung jawab walaupun berada dibelakang kamera dan untuk melihatnya adalah
apresiasi kekal yang dikenang sepanjang masa atas jasa dan nilainya sedangkan
penilaian yang sesungguhnya ada di akhirat yaitu di depan Allah yang Maha Bijaksana.
“Barangsiapa
yang mengerjakan amal shaleh, baik laki- laki maupun perempuan, sedang ia dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik, dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik lagi dari apa yang telah mereka kerjakan.[9]
Bahwa
berkaitan tentang “Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh” nilai yang
terkandung bahwa manusia harus bekerjasama untuk mewujdukan kegiatan produksi.
Hal inilah yang membuat Ibn Khaldun menulis di awal Muqaddimah-nya bahwa
manusia adalah fi annal-ijtima’ al-insani daruri. Dalam analisis Mustafa
asy-Syak’ah teori “makhluk sosial” Ibn Khaldum yang dibangun karena kebutuhan
manusia untuk memenuhi komoditas-komoditas barang dan jasa (produksi).[10]
Dengan demikian konsep “maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik,” Islam sebagai serangkaian keyakinan, ketentuan dan
peraturan serta tuntunan moral bagi setiap aspek kehidupan manusia, tidak
membiarkan begitu saja kegiatan produksi yang dalam pandangan Ibn Khaldun raison
d’atre terwujudnya interaksi sosial antar umat manusia berlalu begitu saja
tanpa aturan dan batasan.
Potongan
ayat “mengerjakan amal shaleh” berarti harus produksi terma kata sangat
dekat dengan berusaha, bekerja atau mengelola. Dengan demikian bekerja,
berusaha, dan melakukan aktivitas-aktivitas produksi dan membangun industri
adalah simbol dari kontribusi manusia sebagai
fungsi dan peran manusia sebagai khalifah dan pemakmur bumi yang Allah
amanatkan kepadanya.
[1] Abu
Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, terj. Ahsan
Askan, Jilid 2, Jakarta: Pustaka Azzam 2007, h.
676.
[2] Ahmad
Mushthafa, Terjemah Tafsir al-Maraghi, Juz 2, Semarang: Toha Putra 1984,
h. 41.
[3]
Ayi Sobarna, Islam Positif: Spirit
Wacana Solusi Refleksi, Cet. I, Yogyakarta: Graha Ilmu 2008, h. 172.
[4]
Eka Dharma Pranoto, The Next Millionnaire Pendidikan Bisnis Praktik untuk
Anak Anda, Yogyakarta: Penerbit Andi 2009, h. 112.
[5] Q.S
al-Baqarah, 2: 158
[6] H. Zainal Abidin Ahmad, Dasar-Dasar Ekonomi Islam Jakarta:
Bulan Bintang 1979, h. 122.
[7] Ibid.,
h. 133-134.
[8] H.
Zainal Abidin Ahmad, Negara Adil Makmur menurut Ibnu Siena, Cet. 1, Jakarta: Bulan Bintang 1974, h. 230-231.
[9] QS. An
Nahl: 97.
[10]
Pembangunan Ekonomi Umat (Tafsir Al-Qur’an Tematik), Cet. 1, (Jakarta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an 2009), h. 302.
Komentar
Posting Komentar