JABATAN: AMANAH ATAU KEMEGAHAN DIRI

Hasil gambar untuk background alam dan manusia

Hikmatiar Harahap
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sum. Utara Medan
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semua enggang untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan menghianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia, sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (QS. Al-Ahzab [33]:72).
Setelah rakyat Indonesia selesai melaksanakan hajatan politik lima tahunan diantaranya sudah terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, yang akan memimpin, membimbing, mengarahkan, mengatur, mengurusi hajat seluruh rakyat Indonesia. Rumah besar Indonesia masih memiliki pekerjaan klasik yang harus di tuntaskan bersama seperti mensejajarkan pembangunan, memajukan dunia pendidikan, mengentaskan kemiskinan dan sebagainya. Kenyataan ini, dapat kita saksikan di berbagai sudut negeri, sehingga negeri ini sangat butuh sentuhan pemimpin yang betul-betul amanah dalam menjalankan kewajibannya. Sederhananya, bahwa pemimpin yang amanah adalah pemimpin yang memiliki visi yang jelas untuk memajukan manusia (rakyat) dan bangsanya sesuai tuntutan kondisi yang dibutuhkan rakyatnya pada saat itu. Jelasnya, makna amanah itu tidak mesti dipaksa penafsiranya harus dapat membuktikan serta menunaikan janji-janji kampanye dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Akan tetapi, pemaknaan amanah itu harus lebih luas agar dapat menjangkau bahkan menyentuh hal-hal baru yang menjadi kebutuhan yang mendesak agar terciptanya keberlangsungan hidup kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara. Artinya, pemaknaan amanah itu sungguh sangat luas, sampai-sampai menyentuh segala dinamika kehidupan bermasyarakat misalnya berbicara tentang hak-kewajiban bersama, berbicara tentang adat kebiasaan yang masih berlaku dalam masyarakat, besar-kecilnya pasti ada amanah yang tersembunyi yang harus di gali dan dipraktekkan bersama dalam kehidupan masyarakat. Dalam keluarga hubungan antara suami, istri dan anak-anaknya pasti ada juga amanah yang harus dijaga maupun ditunaikan. Apalagi berbicara pada lingkup yang lebih besar tentang pemimpin, yang pastinya setiap keputusan dan kebijakan selalu beriring bersama dengan amanah. Oleh karena itu, setiap manusia tidak bisa lepas atau lari dari amanah, baik amanah yang harus ditunaikan secara individu maupun amanah yang bersifat sosial (luas).
Pemimpin yang amanah bukanlah hasil dari proses seleksi alam yang dalam waktu sekejap langsung jadi, melainkan ia hadir dan berada ditengah-tengah kehidupan untuk memastikan bahwa nilai-nilai Ketuhanan harus dipraktekkan dalam kehidupan sosial, bangsa-negara,agar agar terciptanya kehidupan manusia seimbang dan berkeadilan. Proses untuk menghadirkan nilai keuniversalan seperti, bahwa jabatan ini amanah, suatu saat akan di mintai tanggung jawabannya, sehingga dengan demikian akan timbul kesadaran sehingga apapun yang menjadi bentuk aktivitas yang dilakukan harus menjadikan itu yang terbaik  disamping dipasang sebagai niat ibadah kepada Allah swt.
Menumbuhkan kesadaran agar selalu menghadirkan nilai keuniversalan menjadi sebuah keharusan dalam setiap kebijakan, keputusan agar tidak diskriminatif, menzalimi, menyakiti baik fisik maupun perasaan manusia sehingga lebih mengedepankan (mengutamakan) nilai etika (sopan-santun). Nilai etika yang terus menerus dipraktekkan akan membawa kemenangan bersama, yakni kemenangan yang dicapai atas kesepakatan dan kepentingan bersama berdasarkan kecerdasan pikiran dan etika (sopan-santun).
Namun, sisi lain yang berkenaan tentang amanah Ahmad bin Mustafa al-Maraghi menjelaskan, amanah ini diklasifikasikannya pada tiga kelompok. Pertama amanah seorang hamba kepada Penciptanya Allah swt. Kedua amanah seseorang kepada manusia lainnya, dan ketiga amanah kepada diri sendiri. Sehingga perwujudan amanah itu adalah yang adil dalam memutuskan hukum dan tidak bersikap diskriminatif.
Dalam sebuah hadist Rasulullah bersabda; “bila amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancurannya. Dikatakan bagaimana bentuk penyia-nyiannya? Maka Rasulullah bersabda, bila persoalan diserahkan kepada orang yang tidak berkompeten, maka tunggulah kehancurannya”( HR. Bukhari dan Muslim).
Disatu sisi, tentu kita sangat khawatir dan waspada akan peringatan Rasullulah, saw., tentang pentingnya seorang pemimpin yang harus paham betul tentang persoalan, kondisi dinamika yang dihadapi sebuah bangsa dan yang terpenting juga harus mampu mengambil tindakan dan solusi yang tepat sasaran. Maka, disamping perlunya menunaikan amanah, maka kecerdasan pemimpin pun tidak bisa diabaikan begitu saja. Begitu pentingnya kecerdasan dapat dilihat dalam hal-hal yang paling sederhana yakni harus mampu memikirkan, mengatur, merencanakan pekerjaan yang dihadapi.
Karenanya, sangat penting agar setiap saat dalam membuat dan memperbaharui rancangan pekerjaan agar lebih memudahkan dan lebih cepat menyelesaikan hal-hal yang paling mendesak. Artinya, amanah dan kecerdasan satu paket yang harus beriringan, sebab kedua-duanya sangat menentukan gagal atau berhasilnya sebuah tindakan yang diambil. Sehingga istilah kerennya, amanah dalam bertindak, cerdas dalam sikap. Kesempatan menghadirkan pemimpin yang amanah tidaklah terlalu sulit dan tidak terlalu mudah, namun pastinya pemimpin yang amanah pasti akan ada menghiasi dinamika kehidupan bermasyarakat maupun berbangsa.
Menghadirkan Indonesia yang maju maka syarat utamanya adalah semua pemimpin mulai dari Presiden, Gubernur, Bupati/Wali Kota, Camat, Lurah/Kepala Desa, RW dan RT, harus dapat menjalankan amanah dan bersikap adil dalam kebijakan dan keputusan. Sehingga, penulis sampai pada kesimpulan, kelayakan untuk mengangkat seorang pemimpin dapat kita lihat dari sudut pendekatan amanah, kecerdasan dan keadilan. Artinya, tiga kriteria ini harus melekat dalam satu pribadi seseorang. Sebab bila ditinjau dalam aspek politik, bahwa tujuan dari sebuah pemerintahan adalah dapat menghadirkan kesejahteran dan kemajuan kepada rakyatnya. Sedangkan dari sisi agama, jabatan merupakan jalan pengabdian diri kepada Allah swt. Sementara dari segi hukum, sebuah jabatan harus dapat memberikan rasa keamanan dan kesamaan dalam segala hal. Oleh karenannya, bila dilihat secara mendalam, jabatan merupakan amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya, dan sama sekali tidak tercermin bahwa jabatan merupakan bentuk penghormatan (kemegahan pada diri). Untuk itu ada beberapa rekomendasi sebagai bahan renungan supaya dalam menjalankan jabatan dapat bersikap amanah, adil dan cerdas.
Pertama; di saat seseorang memikul jabatan, maka harus konsisten bahwa jabatan itu merupakan amanah yang harus dilaksanakan sembari langkah untuk menghantarkan dirinya menjadi pemimpin yang soleh. Yang pikiran dan kehidupannya sehari-hari fokus utamanya adalah prinsip, nilai moral dan kerangka kerja etis. Kedua; jabatan adalah kerja etis dan moral yang meliputi dan mengurusi kehidupan kolektif (masyarakat, bangsa dan Negara). Ketiga; dengan jabatan itu, menghadirkan hubungan yang mesra antara pemimpin dengan rakyat, hal ini terbentuk karena adanya kesadaran bersama antara pejabat dan rakyat bahwa sama-sama memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan keadilan sosial dan pemerataan hidup kehidupan [] Wallahu a’lam bis shawab

Komentar

Postingan Populer