BERSAMA MERAYAKAN KEMENANGAN DALAM KEHIDUPAN
Hikmatiar Harahap
Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sum.
Utara Medan
“Apabila selesai
melaksanakan salat, menyebarlah di penjuru bumi. Carilah anugerah Allah dan
banyaklah ingat kepada Allah agar kalain berbahagia”.[QS. al-Jumu’ah 62):10].
Makna kemenangan dalam konteks ini tidak boleh berhenti dan
terbatas pada pasca pelaksanaan ibadah puasa ramadan yang ditandai melalui
tradisi saling maaf memaafkan satu sama lain, dengan anggapan bahwa dosa dan
kesalahan telah terhapus, sehingga jadilah pribadi yang suci dan pemenang. Akan
tetapi, maknanya lebih jauh dan bahkan lebih berkesan, apabila pemaknaannya
semakin luas dan mengena bahkan menyentuh sisi kehidupan manusia. Sehingga tidak
hanya berputar dan berbicara tentang sosok pribadi sendiri, melainkan
kemenangan yang dapat dirasakan seluruh umat manusia, tumbuh-tumbuhan, hewan di
manapun berada di belahan bumi ini.
Melalui ibadah ramadan diharapkan akan tampil kepermukaan
manusia-manusia yang menjadi pemenang. Bentuk kemenangan itu, tidak hanya
ditandai semakin kuatnya hubungan ibadah manusia terhadap Allah swt., melainkan
kemenangan hidup itu di buktikan dengan usaha mengejewantahkan pesan-pesan
moral yakni nilai-nilai Alquran dan Hadist dengan cara dan bentuk meningkatnya
rasa kepedulian, rasa kasih sayang, pengorbanan, bentuk kebersamaan,
keberpihakan, kepekaan, kesadaran, kejujuran, keadilan, solidaritas terhadap
sesama umat manusia serta penghuni alam ini.
Untuk meraih, menemukan serta memperoleh kemenangan tersebut, manusia
harus dapat menjaga hubungan baiknya dengan Allah swt., serta penghuni alam
ini. Jika, kolaborasi habl min-allah dan habl min an-nas dapat
diwujudkan tentunya kemenangan itu akan semakin dekat dan berlahan-lahan
menghampiri umat manusia. Apabila kemenangan itu telah digenggam, maka tugas
selanjutnya adalah menampilkannya, menyemarakkannya dalam bentuk mentransformasikan
secepatnya dalam bentuk kenyataan hidup agar seluruh manusia dapat merasakan
manfaat serta kegunaannya. Kemenangan itu sangat erat kaitannya terhadap tujuan
dari pelaksanaan ibadah ramadan yakni mewujudkan manusia yang muttaqin. Menerjemahkan
muttaqin merupakan puncak dari kemenangan hidup manusia.
Sebab, titel (gelar) muttaqin akan menuntun bahkan mengarahkan
manusia pada tingkat kesadaran dan pengawasan dari yang Maha Mengetahui.
Tentunya, manusia yang selalu menyadari bahwa setiap saat ada yang memantaunya,
maka akan tumbuh sikap profesionalitas, bertanggungjawab, amanah, totalitas,
semangat yang memuncak sehingga apa yang menjadi aktivitas dan kewajibannya
akan menemukan hasil yang maksimal dan memuaskan. Bentuk aktivitas manusia
berbeda antara satu sama lain seperti ada yang menjadi penguasa, pengusaha,
politikus, pengajar, petani, perawat dan sebagainya. Kaitannya terhadap sebuah kemenangan,
terletak pada komitmen serta keseriusan manusia untuk menghadirkan bukti-bukti
ketulusan bahwa apapun tugas kewajibannya harus ditunaikan serta dipersembahkan
dengan menghasilkan mahakarya yang dahsyat dan dikagumi khalayak ramai. Hasil
yang maksimal dan memuaskan merupakan proses yang terlahir dari manusia-manusia
yang memiliki tanggungjawab terhadap kelanjutan kehidupan umat manusia,
sehingga hasil karyanya dapat dirasakan manfaatnya sampai seribu, dua ribu
tahun kedepan.
Bahwa, kemenangan itu tidak hanya pada posisi kemenangan ibadah
semata, melainkan juga terparkir pada semua bentuk aktivitas, di antaranya
dapat di jumpai dalam bentuk kemenangan dari sisi berbangsa dan bernegara,
bermasyarakat, kemenangan dari sisi menjaga dan melestarikan alam dan
sebagainya. Sehingga, inilah kemenangan yang sesungguhnya, dari raihan ibadah
yang manusia laksanakan selama ini. Maka, dalam hal ini perenungan yang
mendasar akan keaktifan jiwa dan hati manusia akan teruji dan di tuntut supaya
dapat mengaplikasikan nilai ajaran Islam sebagai ajaran yang membawa rahmat
untuk seluruh penghuni alam raya. Bahwa potensi untuk meraih kemenangan, tiap
pribadi manusia memiliki peluang dan kesempatan yang sama. Motivasi untuk
menjadi pribadi pemenang merupakan kunci awal dan tidak boleh hilang dalam hati
sanubari manusia.
Bentuk kemenangan itu dapat kita jumpai, diantaranya sebagai
berikut. Pertama kemenangan dalam konteks ajaran Islam, jalan maupun
cara untuk menjadi pribadi pemenang, maka langkah pertama yang harus di miliki
adalah melalui pemahaman, pengajaran serta pengaplikasikan yang benar dari iman,
ilmu dan amal. Sehingga, puncak dari kemenangan dalam konteks ibadah dapat kita
jumpai dalam bentuk permohonan (doa) yang kita ungkapkan dalam setiap hari.
Dalam Alquran dinyatakan: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”.[QS al-Baqarah(2):
201]. Sehingga, secara sederhana dapat di pahami kebaikan di dunia dan akhirat
merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan dan di harapkan. Sehingga doa
tersebut merupakan sebaik-baik permohonan setiap muslim.
Kedua, Kemenangan dalam
konteks berbangsa dan bernegara. Dalam hal ini, melunasi janji kemerdekaan
adalah tugas semua masyarakat Indonesia, tidak hanya terbatas pada agama,
golongan, status, warna kulit tertentu. Dalam proses mengisi kemenangan,
masyarakat Indonesia harus memiliki konsepsi bersama menyangkut hal-hal yang
fundamental bagi keberlangsungan, keutuhan dan kejayaan bangsa. Setiap
masyarakat Indonesia sama-sama memiliki peluang yang sama untuk mengeluarkan
potensi diri agar cita-cita pendirian bangsa ini terwujud. Cita-cita mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia, merupakan tugas yang harus
direalisasikan bersama. Sehingga, setiap sudut negeri ini, sama-sama merasakan
pembangunan yang berkeadilan dan berkemajuan. Hal ini dipertegas kembali dalam
UUD 1945 dalam pasal 33 ayat 3 yang berbunyi: “Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Sehingga, makna kemenangan dalam berbangsa
adalah di saat para pemimpin-pemimpin bangsa ini mampu mengelola sumber daya
alam, sehingga mendatangkan manfaat yang optimal bagi seluruh masyarakat
Indonesia.
Ketiga, Kemenangan dalam
konteks menjaga dan melestarikan alam. Oleh karena itu, alam bukan sekedar ada
untuk dieksploitasi, dan di dikeruk. Kegagalan manusia untuk menyadari atau
menghormati hukum alam, atau kegagalan menyadari dampak keserakahan manusia
terhadap kerusakan lingkungan tidak bisa dibebankan kepada Tuhan takkala efek
itu menghancurkan. Memang, hubungan alam dan manusia sangat dekat, sehingga
alam jugalah yang menyediakan kebutuhan dan kepentingan manusia. Sehingga sudah
pantas, alam harus diperlakukan dengan rasa hormat, adil dan seimbang. Karena
itu, alam adalah amanah sekaligus panggung hidup bagi perjuangan moral dan
etis. Sehingga, sudah menjadi kewajiban penuh manusia untuk menjaga alam.
Sebab, alam diciptakan untuk keperluan bagi keberlangsungan hidup dan
keselamatan manusia.
Dalam konsep ini, merupakan sebuah upaya untuk penyadaran kepada
manusia bahwa Alquran tidak hanya berbicara tentang aspek pribadi sendiri.
Tapi, penekanannya lebih kepada aspek sosial (ibadah sosial). Ini bertujuan
bahwa manusia harus mau dan berani menumbuhkan sikap saling tolong menolong dan
berkasih sayang. Sehingga, hal ini senada juga dalam gagasan Islam Transitif
Filsafat Milenial karya Ansari Yamamah. Bahwa untuk memahami Islam sebagai
agama yang mengajarkan ummatnya untuk bergerak keluar dari lingkaran individual
menuju hamparan kolektivitas sosial kemanusian untuk menyahuti kebutuhan umat
manusia. [ ] Wallahu a’lam bis shawab
Komentar
Posting Komentar