CIRI-CIRI MUNAFIQ MASA KINI
Oleh: Hikmatiar Harahap
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sum. Utara Medan
Manusia dalam kehidupan dibagi kepada tiga
golongan: yakni mukmin, kafir, dan munafik. Adapun arah pembahasan kita pada
kesempatan yang berbahagia yaitu ciri-ciri munafik saat ini. Perusak agama
adalah orang munafik. Kalau orang kafir jelas identitasnya sehingga sangat
mudah untuk diantisipasi dan diwaspadai, sedangkan munafik tidak memiliki
identitas yang jelas, dia bagaikan musuh dalam selimut.
Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 8 Allah
swt berfirman:
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَقُولُ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ
وَبِٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَمَا هُم بِمُؤۡمِنِينَ) ٨.(
Artinya: “Diantara manusia ada yang
mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian,” padahal mereka
sungguh bukan orang yang beriman”.
Ayat ini memiliki konteks sejarah tersendiri.
Adapun ayat ini mengacu kepada orang munafik Madinah di zaman Rasulullah saw
yang di depan umum mengaku setia kepada Islam, tetapi secara pribadi tidak
meyakini kesetiaannya kepada Rasulullah saw dan risalahnya. Walaupun ayat itu
tertuju pada masyarakta Madinah di abad silam. Tetapi pada hakikatnya dapat kita katakan bahwa ayat-ayat tersebut
melukiskan keadaan sebagian anggota masyarakat umat manusia, kapan dan di mana
pun saat ini. Orang munafik pura-pura beriman namun di hatinya terdapat
kekufuran dan sifat jahat. Maka tidak heran jika kemunafikan dapat dijadikan
sebagai senjata untuk menghancurkan agama.
Dalam tubuh manusia Allah ciptakan keselarasan
dan keseimbangan agar tercapainya kedamaian di dalam jiwanya. Orang mukmin
memiliki keselarasan dan keseimbangan ini karena ia meyakini bahwa Allah itu
ada dalam hatinya dan di ungkapkannya lewat lisannya dalam kehidupan
sehari-hari. Orang kafir terkadang bisa juga dikatakan mendapat kedamaian di
dalam hatinya karena ia menolak iman dalam hatinya dan lisannya. Akan tetapi
orang munafik kehilangan kedamaian di dalam jiwa, karena ia mengucapkan iman
melalui lisan tapi hati menginkarinya. Ia hidup dalam ketakutan, takut kalau
rahasianya diketahuinya orang, takut kalau yang di sembunyikannya terbuka.
Adapun ciri-ciri munafik yang dapat kita ambil
dari penjelasan ayat 8 surah al-Baqarah dalam konteks kekinian adalah: Sebagian
orang sering mengaku sebagai satu-satunya pihak yang menegakkan kebenaran
diantara sesama kaumnya. Kita banyak melihat dan mengenal orang seperti ini
yang memastikan bahwa dialah orang yang mengetahui jalan yang benar, orang yang
riuh memperdebatkan sesuatu yang sebenarnya nyaris tidak ada perbedaan. Sikap
merasa benar sendiri akan mengarahkan manusia pada keburukan. Dan keburukan
yang dimaksud adalah ‘menyebarnya kerusakan di muka bumi’. Semua prilaku
yang menjerumuskan manusia ke dalam tirani dan penindasan dalam arti yang lebih
luas. Orang yang mengklaim bahwa hanya mereka yang tahu ‘apa yang harus
dilakukan’mereka itulah yang memiliki pemikiran yang sempit dan sikap
mementingkan diri sendiri sehingga mereka mengabaikan ketimpangan struktural.
Kaum munafik yang tidak mau keluar dari
kemunafikannya, akan menempuh arah yang berbeda. Mereka mengira bahwa pengakuan
mereka terhadap eksistensi Yang Mahasuci memberi hak istimewa: mereka tidak
hanya memahami kebenaran Tuhan, tetapi juga benar-benar mewujudkannya. Dalam
arti inilah mereka mencoba menipu Tuhan meskipun mereka sendiri tidak
menyadarinya.
Al-Baqarah ayat 9 Allah berfirman sebagai berikut:
يُخَٰدِعُونَ
ٱللَّهَ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَمَا يَخۡدَعُونَ إِلَّآ أَنفُسَهُمۡ وَمَا
يَشۡعُرُونَ)٩(
Artinya: “Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang
beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.”
Sifat kemunafikan yang terdapat dalam ayat
tersebut, yaitu sifat yang menunjuki sebuah kebodohan dan kedangkalan berfikir.
Sehingga muncullah dugaan mereka bahwa dengan kemunafikan, mereka bisa menipu
Allah, dan menipu kaum beriman.
Dalam konteks kekinian ayat ini dapat
ditampilkan oleh kalangan yang menikmati elitisme: orang yang merendahkan apa yang disebut ‘iman yang lemah dan bodoh’
yang memandang kebanyakan mukmin bodoh. Sikap seperti itu memunculkan hasrat untuk
berkuasa. Mereka ingin memaksan ajaran monolitik mereka tentang kebenaran
kepada oranga lain, yang menimbulkan kekerasan, pertikaian, dan kerusakan.
Mereka tidak hanya yakin bahwa perbuatan mereka benar, tetapi juga merasa
berhak memaksakan jalan mereka kepada orang lain, apapun risikonya.
Kelompok yang lemah dan yang bodoh mungkin
saja miskin dan tidak terdidik, tetapi dapat bertaqwa dan dalam pandangan Allah
memiliki derajat yang sama dengan orang lain. Keimanan yang sederhana serta
komitmen dan keyakinan yang kuat untuk berbuat baik sesungguhnya merupakan buah
dari ketaqwaan. Keimanan seperti ini dapat diraih siapa pun, bukan hanya orang
pintar dan berkuasa. Jika mereka bodoh dan lemah menurut istilah sosial maka
itu disebabkan kezaliman manusia. Agama bertujuan untuk menghilangkan kezaliman
sehingga tidak ada manusia yang lemah dan bodoh karena dizalimi oarang lain.
Kita harus menerjemahkan kata lemah dan bodoh
di sini. Keduanya menjadi pengigat bahwa bukan hanya kaum pintar yang mampu
mencapai ajaran agama dan mampu memahami arti petunjuk Allah atau membuktikan
ketaqwaan kepada-Nya. Elitisme intelektual harus dilawan seperti halnya elitisme ekonomi, sosial,
politik atau bahkan agama. Jika perbedaan mengenai cara orang mengungkapkan
pemahaman maka solusinya adalah berupaya lebih keras mencapai saling
pengertian, konsensus bukan memaksakan diri berada di atas orang lain. Amal
baik orang itulah yang lebih penting. Beramal abik bukanlah hak eksklusif
kelompok tertentu, seperti kaum intelektual atau yang secara sosial beruntung.
فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ فَزَادَهُمُ ٱللَّهُ مَرَضٗاۖ
وَلَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمُۢ بِمَا كَانُواْ يَكۡذِبُونَ).١٠(
Artinya: “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu
ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, akibat mereka
berdusta.”
Kenapa hatinya dipenuhi dengan penyakit?
Karena ia sudah letih menipu dirinya dan menipu orang sekitarnya. Ia merasa
kehidupan yang dijalani penuh dengan kepalsuan, maka hatinya pun tidak tentram,
yang menyebabkannya menjadi sakit. Bahwa kemunafikan menambah buruk sifat-sifat
mereka karena seorang yang memikinya selalu berusaha menutupi sifat-sifta buruk
itu sehingga ia tidak pernah mendapat kritik atau nasihat. Ini tak ubahnya
dengan ibarat seorang yang sakit yang menutup-nutupi penyakitnya, enggang ke
dokter sehingga penyakitnya bertambah dari saat ke saat. Penyakit tersebut
lahir ulah yang bersangkutan sendiri bukan oleh Allah.
Jadi, keimanan dan al-Quran merupakan obat
hati. Keduanya sangat jauh dari hati munafik. Maka penyakit akan bertambah
parah sesuai dengan perjalanan waktu dan inilah sifat munafik ketiga. Mereka
adalah golongan yang sakit hati dan tidak menerima cahaya iman. Hati mereka
lemah tidak memiliki kekuatan dan kebanaran. Hati mereka kecut dan takut atas
apa yang ada di sekitarnya. Itu karena orang sakit tidak kuat atas apapun,
begitu pun juga orang munafik tidak akan kuat dengan perkataan benar dan tidak
akan kuat atas kebenara.
Saya tidak pernah memiliki keinginan untuk
menuduh siapa pun sebagai munafik. Namun, zaman modren seperti sekarang ada
begitu banyak orang di sekeliling kita yang patut di sebut munafik. Coba saja
perhatikan perbuatan mereka. Dengan merasa lebih baik dari pada orang lain,
merasa lebih istimewa dan atau melakukan sesuatu agar dipandang baik, orang
munafik tidak hanya memperolok-olok, tetapi juga merusak kepribadiannya
sendiri.
Semoga
ayat-ayat yang kita sampaikan menjadikan satu sindirin, bukan tudingan kepada
orang tertentu dengan harapan kiranya yang melakukan keburukan itu dapat malu
dan sadar sehingga dapat memperbaiki diri seutuhnya[]
Komentar
Posting Komentar