TAHUN BARU 1441 H: SEMANGAT MENJAGA KEBERAGAMAN

Hasil gambar untuk background tentang keberagaman
Oleh: Hikmatiar Harahap
Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sum. Utara Medan
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka Itulah orang-orang yang benar-benar beriman. mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia.” (Qs. Al-An’fal, [8]:74).
Sekilas, kita suruh sejenak kembali melihat sejarah tentang semangat atau motivasi Rasulullah Saw., beserta kaum beriman hijrah dari kota Mekkah menuju Yastrib (Madinah), secara sederhananya adalah untuk memantapkan keimanan dan keislaman serta untuk menghindari kezaliman Quraisy terhadap Rasulullah Saw., beserta kaum beriman. Hal ini terpaksa dilakukan sebagai upaya penuh untuk mematangkan, menyusun strategi untuk kebangkitan dan kemajuan kaum beriman dan ajaran Islam. Yang menarik untuk direnungkan, dipahami, dimengerti kembali adalah tentang bagaimana keberhasilan Rasulullah Saw., dalam mempersatukan, mempersaudarakan kaum Muhajirin terhadap Kaum Anshar yang dari awal tidak memiliki hubungan darah, tidak saling kenal antara satu sama lain, bahkan berlainan pikiran, warna kulit dan sebagainya, namun mereka dapat saling memahami, saling menerima serta saling membangun satu sama lain.
Lantas, mereka menyadari bahwa adanya sisi perbedaan bukan alasan untuk saling meminggirkan, menjauhkan, memojokkan atau menzalimi sehingga malah menyuburkan timbulnya fitnah atau kekerasan yang berujung pada penistaan, rasisme, persekusi dan sebagainya. Namun, mereka melihat dengan adanya keberagaman itu, menjadi tali perekat untuk bersatu padu menyusun kekuatan membangun konsep, ide atau gagasan, untuk mengungkapkan kualitas diri serta lebih memantapkan rasa keimanan dan keislaman. Sehingga konteks hijrahnya Rasulullah Saw., dan kaum beriman, penulis tidak menyoroti pada hal-hal yang berkaitan langsung dalam tataran keimanan (aqidah) dan keislaman (syariat).
Namun, penulis lebih melihat pada kondisi dan keadaan tentang perbedaan atau keberagaman antara kaum Muhajirin dengan Kaum Anshar yang dapat melebur menjadi satu kesatuan dalam ikatan kemanusiaan baik dalam keislaman maupun kebangsaan (Madinah). Tentu, dalam memaknai atau pemberian defenisi tentang hijrah, tidak hanya berbicara pada tataran terjadinya proses perpindahan diri atau situasi dari tempat semula ke tempat yang lain. Sebab, makna hijrah itu sangat beragam, ada saat hijrah itu bermakna merobah pandangan hidup, sikap dan pola hidup. Terkadang dapat di maknai usaha untuk mengembangkan potensi diri menuju kehidupan yang lebih maju sehingga dapat mengemban visi kehidupan sebagai khalifah di muka bumi.
Tapi, dalam konteks terkini, makna hijrah itu lebih cenderung pada  keadaan manusia untuk mau saling menerima perbedaan dan keberagaman baik dalam hal agama, etnis, golongan, politik ataupun dalam pandangan hidup dalam tataran berbangsa dan bernegara.
Untuk itu, dalam konteks keindonesian makna tahun baru hijrah dapat kita tarik pada sebuah kesimpulan dini yakni penegasan kembali akan makna dari keberagaman itu, seperti keberagaman agama, etnis, golongan warna kulit dan sebagainya yang terdapat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Artinya, nilai dan makna hijrah itu tidak hanya terpusat pada perubahan-perubahan pribadi dalam tataran keimanan, melainkan ada nilai-nilai perubahan setiap pribadi manusia dalam menjunjung tinggi keberagaman dan menghargai setiap perbedaan dalam kehidupan. Pemahaman dan pemikiran seperti ini adalah contoh sederhana terhadap pribadi yang telah mengaplikasikan makna dari sebuah perubahan dari semangat tahun baru hijrah tersebut.
Pribadi yang dapat meletakkan porsi pemikirannya, tentang kehidupan yang dijalani selalu berdampingan dengan perbedaan-perbedaan. Konsep manusia yang dapat meletakkan pemahaman serta menghargai perbedaan adalah cerminan manusia yang mengerti, paham makna dari ajaran agama yang dianutnya, sebagai ajaran agama itu laksana lintasan untuk mengabdikan diri pada kebaikan dan kebajikan untuk kehidupan manusia. Nilai keuniversalannya masih banyak lagi yang belum terungkap, untuk itu agar setiap anak-anak bangsa di tuntut harus dapat berpikir secara jernih, cerdas dan mencerdaskan serta lebih maju untuk melihat realitas kehidupan masyarakat dalam berbangsa. Sehingga, keberadaan setiap pribadi manusia tidak merasa asing dan selalu berani tampil (percaya diri) baik dalam pergaulan sehari-hari sebagai masyarakat maupun dalam kehidupan kebangsaan. Supaya kualitas pribadi serta kreativitas akan mudah di kembangkan sehingga minat dan kemampuannya akan tersalurkan sesuai kehebatan yang di milikinya. Namun, jika pribadinya minder bahkan terkekang oleh keadaan, tentunya potensi dan pengembangan diri tidak akan tersalurkan dan nilai kehebatan dan kretivitasnya akan lumpuh bahkan luput dari pantauan. Itulah pentingnya agar bersama-sama untuk merawat sebuah perbedaan dalam kehidupan nyata agar semua sisi kehidupan itu dapat di pantau, sebab setiap manusia memiliki kehebatan atau keahlian yang harus di tampilkan di hadapan banyak orang sehingga insprasi dan penghargaan adalah sesuatu yang harus diperoleh dari orang lain.
Menyikapi Keberagaman
Kondisi Indonesia terkini sedang di landa atau di uji kedewasaannya tentang arti dari sebuah keberagaman atau perbedaan. Fakta yang berbicara, bahwa akhir ini ada sekelompok pribadi manusia yang membuat kerusuhan dan ketidakkondusifan di dalam masyarakat. Tentu, perbuatan dan tindakan yang tidak bertanggung jawab itu, akan melukai perasaan oleh setiap manusia. Berupa tindakan rasisme, persekusi terhadap pihak tertentu. Artinya, keberagaman atau perbedaan adalah sesuatu yang ada dalam kehidupan. Bahkan, setiap ajaran agama, pasti menjungjung dan mengahargai setiap keberagaman. Begitu juga dalam kehidupan berbangsa, bahwa gagasan keberagaman itu adalah modal untuk mencapai pembangunan dan kemajuan bangsa.
Dalam menyikapi sebuah perbedaan dapat kita perhatikan firman Allah Swt., sebagai berikut, “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. al-Hujurat [49]: 13).
Secara sederhana dapat ditarik kesimpulan dini, bahwa keberagaman itu adalah sebuah ketentuan dari Allah Swt., sebagai media untuk mahkluk ciptaannya agar setiap pribadi berupaya, untuk menampilkan nilai-nilai kebaikan, kebajikan untuk kehidupan manusia. Untuk menghadirkan nilai kebaikan dan kebajikan tentunya setiap pribadi memiliki pandangan dan arah hidup yang berlainan, bukan pandangan hidup yang berlawanan. Sehingga, dengan adanya perbedaan gagasan, ide akan menjadi kekuatan untuk saling mengenali satu sama lain. Dan hal ini juga sudah di contohkan oleh para sahabat Rasulullah Saw., ketika kaum Muhajirin dan Kaum Anshar di persatukan oleh perbedaan-perbedaan yang melekata dalam diri masing-masing.
Begitu juga dalam kehidupan berbangsa, bahwa dengan perbedaan itu, bukan menjadi satu halangan untuk merebut bangsa ini terbebas dari penjajahan kolonial bangsa lain. Justru, dengan keberagaman itu menjadi kekuatan tersendiri, dapat dibuktikan dari semangat lahirnya Sumpah Pemuda, yang di dalamnya dipersamakan pikiran, pemahaman cita-cita dan semangat besar  dari unsur pemuda-pemuda bangsa yang berlainan daerah, suku dan sebagainya.
Untuk itu, dengan semangat tahun baru hijrah ini, semoga setiap pribadi masyarakat Indonesia dapat mengaplikasikan nilai-nilai keuniversalan tentang makna dari keberagaman. Bahwa berbeda itu indah, dan dengan perbedaan itu pula akan menjadikan tali perekat, persaudaraan, atau benteng untuk merajut dan membangun nilai persatuan kesatuan dalam bingkai  pembangunan kehidupan manusia dan bangsa. Keberagaman itu nilai yang paling berharga yang dianugerahkan Allah swt., kepada dunia dan penghuninya. Agar setiap manusia berlomba-lomba dalam mencapai kebaikan dan kebajikan sesuai daya kreativitasnya. Sekian. Wallahu a’lam bis shawab

Komentar

  1. Berbeda itu sangat dibutuh sebagai proses dalam pengembangan pribadi. Berbeda itu adalah kekuatan dan kehebatan. Tapi, berbeda untuk mengusik dan menzalimi sangat terlarang.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

UPAYA KADER HMI TERHADAP TEORI PERUBAHAN SOSIAL DAN SOLUSI

Energy Of Bersama

MILAD PPM-PALUTA KE-4 CITA-CITA DAN MANUSIA UNGGUL