MORALITAS MASYARAKAT DAN BUDAYA LALU LINTAS

Hasil gambar untuk jalan indah
Oleh: Hikmatiar Harahap
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sumatra Utara Medan
Dalam tulisan sederhana ini, penulis ingin mengemukakan tentang aspek moralitas masyarakat dalam berlalu lintas, serta hubungannya terhadap ketaatan dan kesadaran terhadap hukum. Dengan budaya berlalu lintas seolah dapat di jadikan sebagai alat teleskop sementara (kaca pembesar) untuk menyaksikan, meneropong, bahkan menyelidiki kondisi kekinian, kemajuan atau pencapaian masyarakat dalam melakukan berbagai aktivitas-aktivitas baik yang berkaitan dengan urusan bisnis, pemerintahan, hukum, budaya, pendidikan dan sebagainya. Sehingga, ada pernyataan kalau budaya lalu lintasnya lancar, kondusif, maka aktivitas-aktivitas masyarakatnya pun akan lancar dan berkembang bahkan terus mengalami kemajuan yang tentunya akan berdampak kepada masyarakat luas. Namun, sebaliknya jika terjadi pelanggaran atau ketidaklancaran lalu lintas maka aktivitas masyarakat pun akan ikut macet dan berjalan ditempat tidak sesuai harapan bahkan mengalami kemunduran serta daya beli masyarakat pun akan mengalami penurunan.
Begitu juga, apabila di dekatkan pada aspek penegakkan hukum atau moralitas masyarakat. Bahwa budaya lalu lintas akan mengajarkan, bagaimana masyarakat merasa antusias, peduli atau muncul keingintahuan masyarakat dalam hal menegakkan, mematuhi serta menjalankan sebuah aturan (hukum) yang berlaku. Maka coba di perhatikan atau di lihat kondisi terkini yang berkembang, tentang budaya masyarakat dalam berlalu lintas khususnya di kota Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatra Utara tentang bagaimana tingkah laku, keadaan atau kondisi serta sifat masyarakat ketika dalam berlalu lintas baik di jalanan umum maupun dalam gang-gang kecil. Maka jawabannya, sungguh sangat memilukan dan jauh dari tertib hukum yang sesungguhnya, sehingga tak mengherankan lagi, bahwa budaya masyarakat kita dalam mematuhi hukum sudah terpinggirkan atau sama sekali di tinggalkan. Diperparah lagi dengan berkembangnya sebuah ungkapan dalam masyarakat yang berbunyi hukum itu ada hanya untuk di langgar. Pola pikir masyarakat seperti ini sudah lama berkembang, bahkan sebagiannya lagi sudah beranggapan hukum itu hanya sekedar peraturan-peraturan yang tidak memiliki substansi sebab tidak adanya sanksi yang dapat memberikan efek jera kepada para pelanggar. Kalau di perhatikan tentang teori hukum, akan di dapati bahwa hukum itu memuat keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum.
Untuk itu, ketika hukum tidak lagi berjalan maksimal dalam masyarakat, nilai-nilai kemanusian pun sedikit demi sedikit akan terkikis, rasa kepedulian, kebersamaan, keadilan, saling memahami akan mulai robek bahkan hancur. Sehingga, yang muncul kedepannya adalah budaya individualistik, egoisme, menang sendiri, bahkan menghamtan orang-orang kecil sehingga akan semakin terpojok dan terpinggirkan. Sedangkan, dalam aspek pembangunan bangsa pun akan berimbas, nilai-nilai pembangunan yang berkeadilan, berkemajuan tidak akan berjalan sesuai mestinya. Namun, kecurangan, kesewenang-wenangan, kepentingan kelompok, pembantaian akan muncul yang kesemuannya itu akan mengarahkan pembangunan bangsa tidak akan mengalami kemajuan dan keadilan.
Di sisi lain juga, bahwa budaya lalu lintas masyarakat mempertontonkan bagimana kondisi real yang terjadi sesungguhnya. Dapat diperhatikan bahwa sesungguhnya yang terjadi adalah telah terabaikannya aspek-aspek keselamatan, kenyamanan, ketertiban, kepatuhan terhadap aturan-aturan dalam berlalu lintas. Hal ini, dapat diperhatikan di mayoritas terjadi dipersimpangan lampu merah khusunya di kota Medan, apalagi disaat-saat sibuk jam kerja seperti di pagi hari saat berangkat jam kerja dan di sore hari di saat jam pulang. Dari semua penjuru arah persimpangan jalan memaksakan kehendak kenderaannya untuk saling mendahului, tanpa memperhatikan hak pengguna jalan yang lain. Dari kondisi ini, telah terpangkir dalam pikiran, bahwa masyarakat di satu sisi tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap perbuatan, tingkah laku yang dia lakukan. Artinya, setiap masyarakat harus memahami tentang perbuatan yang dia lakukan harus memberikan rasa kebermanfaatan, kenyamanan, serta nilai penghargaan yang tinggi terhadap orang lain. Sehingga, kalau hak orang lain dapat kita tunaikan, tentunya kewajiban-kewajiban kita pula akan di peroleh. Inilah makna kehidupan yang memiliki rasa tanggung jawab, kepedulian, kebersamaan yang akan membawa manusia dan bangsa kearah yang lebih maju dan berkeadaban.
Bahkan disisi yang lain, budaya lalu lintas juga mengajarkan nilai-nilai kesopanan atau keramahtamahan kepada sesama. Namun, yang sering terjadi malah sebaliknya, tak jarang menimbulkan kegaduhan seperti adu mulut sesama pengguna lainnya, bahkan sering mengeluarkan bahasa-bahasa seperti “mata mu lae atau kau tengok jalan mu bos” atau tak jarang juga dengan ungkapan yang kurang sopan dan jauh dari cerminan masyarakat yang berkeadaban tinggi dan menjunjung nilai-nilai budaya, biasanya dilontarkan dengan logat khas kota Medan yang terkenal dengan budaya keras dan ceplas-ceplos tanpa basa basi. Padahal sepintas di perhatikan dari kata Medan, kata ini memiliki makna yang menggambarkan  masyarakat madani yaitu sebuah masyarakat kota yang memiliki budaya dan keadaban yang maju dan tinggi atau jauh dari pada pelanggaran-pelanggaran hukum dan sebagainya.
Yang mirisnya, hal ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat biasa, namun hampir seluruh lapisan masyarakat melakukan pelanggaran-pelanggaran seperti mahasiswa, pejabat pemerintahan, guru dan sebagainya. Kenderaannya pun, tidak hanya berupa angkutan umum kota (angkot), namun semua alat kenderaan seperti kereta (sepeda motor), betor (becak motor), mobil baik mobil pribadi maupun mobil dinas pemerintahan. Bahkan, yang parahnya dengan seringnya terjadi pelanggaran berlalu lintas, sehingga sudah membudaya dalam masyarakat bahwa hal itu sesuatu yang biasa dengan anggapan tidak melakukan pelanggaran, selama tidak jatuh korban jiwa (kecelakaan). Hal ini nampak jelas kita lihat atau bahkan di alami oleh pribadi sendiri, di saat secara bersama-sama menggunakan jalan umum (area publik).
Budaya lalu lintas masyarakat merupakan gambaran mini, gaya dari sisi kehidupan pribadi masyarakat serta sisi kehidupan membangun bangsa. Dengan memerhatikan budaya lalu lintas masyarakat, maka praktek kehidupan yang mereka jalani tidak akan jauh berbeda. Pola kehidupan yang tertata rapi dan berkeadaban adalah sifat dan kecenderungan setiap masyarakat, sehingga hal ini merupakan fitrah bawaan setiap manusia sejak dia di lahirkan ke atas dunia ini. Artinya, ketaatan (moral) sudah tertanam dalam setiap pribadi manusia, namun perjalanan panjang kehidupan yang mengubah sebagian manusia lalai dan jatuh kelembah kehancuran, pembangkangan, dan sebagainya.
Sehingga, dalam melihat perkembangan masyarakat dan bangsa dalam pencapaian dan pembangunan yang berkemajuan cukup memerhatikan tingkat ketertiban budaya berlalu lintasnya. Mengapa hal demikian, budaya lalu lintas setidaknya menggambarkan semua sisi kehidupan manusia tanpa terkecuali. Di dalamnya akan di temukan kesadaran hukum, penghargaan sesama manusia, yang pada akhirnya bahwa hukum yang berlandaskan pada aspek moralitas dan kesadaran masyarakat akan menciptakan suasana yang baru sehingga dalam pembangunan kehidupan masyarakat akan timbul pikiran bahwa hukum itu adalah kebutuhan-kebutuhan yang harus dipatuhi dan ditaati, sebagai pengangan atau pedoman yang mengatur antara manusia yang satu dengan lain, serta hubungan manusia dengan kelompok, bangsa dan negara.

Komentar

Postingan Populer