SELAMAT DATANG: PEMIMPIN PILIHAN RAKYAT
· Oleh:
Hikmatiar Harahap
|
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu
pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka
sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. as-Sajadah [32]
ayat: 24).
Tepat 20 Oktober 2019 masyarakat
dan bangsa Indonesia memiliki pemimpin baru yang akan menahkodai, membawa,
mengurusi, bahkan perhatiannya penuh 24 jam kepada rakyat dan bangsa Indonesia
lima tahun kedepan. Bangsa yang didalamnya terdapat berbagai keberagaman antara
lain, keberagaman keyakinan (agama), suku, bahasa, budaya (adat istiadat),
warna kulit dan sebagainya. Keadaan ini harus sikapi dengan sikap penuh
kehati-hatian, kesabaran, kearifan, kebijaksanaan dan wawasan yang luas. Sebab perbedaan
itu adakalanya dapat menjadi tantangan dan ancaman yang serius secara
tiba-tiba dan dapat pula mengantarkan menjadi peluang dan harapan untuk
mencapai cita-cita pembangunan bangsa tergantung dari
sudut pandang mana kita mendekatinya. Pemimpin yang baru saja dilantik dalam pengambilan sumpah dan janji jabatannya lima
tahun kedepan, yang pastinya disaksikan oleh seluruh rakyat Indonesia untuk
menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yaitu Ir.
H. Joko Widodo dan KH. Ma’ruf Amin. Pemimpin dengan kolaborasi atau
gabungan antara nasionalis dan agamis, merupakan bentuk atau pasangan yang
serasi yang dapat mewakili seluruh elemen masyarakat Indonesia hal
demikian dapat terlihat ketika kita dapat mengarungi nilai-nilai
keuniversalan yang terdapat dalam diri kedua pemimpin bangsa ini yakni
nasionalis-agamis. Desain ini akan mengantar bangsa Indonesia menjadi negara-bangsa yang rakyatnya, dapat mencintai
tanah air dan sekaligus juga taat terhadap ajaran agama yang diyakininya
sepenuh hati. Sehingga, setiap tindakan dan nafas kehidupan akan terdapat nilai
atau kesimpulan tentang aspek kebangsaan dan keagamaan, sederhananya ketika
berbicara tentang kebangsaan di saat itu pula kita sedang berdiskusi tentang keagamaaan
begitu juga sebaliknya sehingga akan terdapat saling menguatkan dan saling
mengisi satu sama lain. Sehingga, bangunan Indonesia akan tetap utuh dan
berdiri tegak untuk selama-lamanya.
Di samping
itu juga, doa dan harapan pastinya dipanjatkan oleh
segenap rakyat agar ketika dalam memimpin bangsa ini dapat bersikap amanah dalam
menunaikan tugas-tugasnya, sehingga harapan dan hak rakyat dapat direalisasikan
dalam bentuk pembangunan yang berkemanuasian dan berkeadilan. Ucapan selamat
datang merupakan bentuk perasaan suka-cita atas keberhasilan segenap rakyat dan
bangsa Indonesia dapat menghadirkan pemimpin di tengah-tengah kehidupan
berbangsa. Ucapan doa tersebut bukan sekedar dimaknai secara simbolis semata,
melainkan bukti bahwa sesungguhnya masyarakat Indonesia sangat berharap penuh kepada
pemimpin tersebut agar dapat berbuat selayak dan semaksimal mungkin untuk
memacu pembangunan.
Jika sekilas
diperhatikan ketika rakyat menyambut pemimpin baru dengan ucapan selamat datang
hal ini membuktikan atau sinyal bahwa rakyat Indonesia siap bersinergi,
bekerjasama dan sama-sama bekerja untuk melanjutkan tugas-tugas dan
pembangunan. Dari bentuk dan rasa antusias masyarakat merupakan bentuk
rekomendasi alamiah, yang sengaja diperlihatkan sebagai bentuk dukungan dan
semangat yang di diberikan rakyat agar pemimpin itu lebih semangat, optimis,
serta berani mengambil kebijakan dan keputusan hanya semata-mata demi
kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia. Untuk itu, menjaga kepercayaan rakyat hanya
dapat dilakukan dalam bentuk kerja nyata, aksi dan pembuktian. Sehingga, setiap
keputusan, kebijakan dan sikap harus dihargai dengan mempertimbangkan keringat
dan air mata rakyat. Sehingga, keputusan dan kebijakan yang di ambil bukan
karena hitung-hitungan antara kepentingan kelompok, partai politik namun karena
atas nama kemaslahatan rakyat dan bangsa. Untuk itu, pemimpin hasil pilihan
hati nurani rakyat memiliki ciri, antara lain sebagai berikut:
Pertama, Pemimpin Soleh selalu
Bermesraan dengan Rakyat. Menciptakan suasana damai adalah keharusan setiap
unsur manusia baik dalam keadaan bahagia maupun keadaan berduka. Dalam
kehidupan sehari-hari sering muncul kata-kata damai, seperti berdamai dengan
alam, berdamai dengan waktu dan sebagainya. Damai dalam konteks kebangsaan
adalah menciptakan situasi dan kondisi antara pemimpin dengan rakyat saling
membutuhkan satu sama lain. Mengukur saling keberbutuhan sederhananya dapat
dilihat dari kebijakan-kebijakannya selalu mengedepankan kemaslahatan, mementingkan
kebutuhan orang-orang pinggiran (lemah), serta memastikan semua sudut kehidupan
rakyat tidak ada yang tertindas maupun yang terzalimi.
Sebaliknya,
keberbutuhan pemimpin kepada rakyatnya, seminimal dapat dibuktikan dengan
adanya muncul rasa kecintaan kepada pemimpinnya serta rakyat yang selalu
memanjatkan doa setiap saat agar istiqomah, adil, amanah, bijaksana dalam
menjalankan tugas-tugasnya. Jika hubungan saling membutuhkan sudah tercapai,
pastinya akan muncul sikap kemesraan dan kedamaian yang membawa kehidupan
masyarakat dan bangsa pada kehidupan yang teratur, lebih menonjolkan sikap
saling menghargai, saling menasehati, saling tolong-menolong dan sebagainya.
Ungkapan bermesraan tentu bukan pada makna negatif, tetapi lebih pada penegasan
bahwa dalam menjalankan tugas, seorang pemimpin harus memiliki seni kreatif,
baik dalam kebijakan maupun keputusan-keputusan resmi. Artinya, sigap dan tepat
dalam mengambil kebijakan, perencanaan yang tidak monoton, mampu memprediksi
peluang serta jeli terhadap hal-hal yang sedang berkembang. Sejatinya, ungkapan
pemimpin yang soleh itu adalah pemimpin yang dapat mengayomi, menyahuti,
melindungi, mensejahterakan rakyatnya dengan kebijakan dan kekuasaanya.
Kedua, Pemimpin yang
Amanah. Amanah dalam perbuatan dan tindakan merupakan sikap yang mesti ada
dalam diri setiap manusia. Sikap amanah akan membawa pada satu keyakinan bahwa
dalam membangun manusia dan bangsa harus didasari sikap kepercayaan antara
pemimpin dan rakyatnya. Artinya, tidak menimbulkan saling kecurigaan apapun
dalam setiap tindakan dan keputusan, sehingga pemimpin dan rakyat dapat saling
berkomunikasi dan menjalan tugas dan fungsinya masing-masing secara sadar dan
berkeadaban. Amanah mendekatkan pada pelayanan seorang pemimpin dengan rakyatnya
sehingga mengantarkan pada sikap saling cintai mencintai, bahu membahu untuk
mengerjakan dan menyelesaikan kerja-kerja kebangsaan. Sederhanannya amanah akan
membuahkan sikap seperti ungkapan berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.
Ketiga, Pemimpin yang
Adil. Pemimpin yang dapat meletakkan porsi keputusannya yang berlandaskan nilai
keadilan akan mengantarkan manusia dan pembangunan menuju kesejahteraan dan
berkemajuan. Keadilan merupakan langkah untuk mencapai kesejahteraan, begitu
juga keadilan sangat dekat pada nilai ketaqwaan. Hal ini dapat dipertegas
kembali bahwa mencapai cita-cita bangsa yang maju dan mensejahterakan rakyatnya
adalah seorang pemimpin yang selalu merasa diawasi oleh sang Pengatur Alam
Semesta. Maka, segala kebijakan maupun keputusannya akan jauh dari bentuk
kesewenang-wenangan sehingga berbagai bentuk keadaan akan dicoba, dipikirkan
dan direnungi agar dapat mencapai kebenaran sehingga semua akan merasakan bahwa
hak-haknya telah tertunaikan tanpa menzalimi, menyakiti, atau memusnahkan satu
sama lain. Yang pada akhirnya akan mengantarkan pada kehidupan kebangsaan yang
berkeadilan, berkemajuan serta berkeadaban. Sekian Wallahu a’lam bis shawab
Penulis adalah Mahasiswa
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sum. Utara Medan
Komentar
Posting Komentar