Kisah Perkawinan di Dunia


Berangkat dari sudut ini, kita perlu melihat sejarah kerajaan di dunia yang di dalamnya  termuat kisah pernikahan disebabkan ada keinginan atau motivasi yang melatarbelakanginya, salah satunya Amenhotep III yang berkuasa di Mesir pada tahun 1391-1353 SM (dinasti ke-18), ia telah memimpin operasi militer besar-besaran untuk menumpas pemberontakan suku Nuba hingga Syallal ar-Rabi’ (air terjun ke empat). 

Sebaliknya, dalam rangka memperkuat tiang-tiang kedaulatan Mesir di Asia, ia memilih cara diplomatik. Ia berusaha memperkuat kedekatan dengan kerajaan-kerajaan Asia dengan jalan menyambung hubungan keluarga dengan perkawinan. Pada tahun kesepuluh dari masa pemerintahannya, ia menikah dengan Gilu Khepa, putri Suttarna II, raja Mitanni. Beberapa tahun kemudian ia menikah lagi dengan Tadukhepa, putri Tushratta, raja terakhir negeri itu. Ia juga menikah dengan saudari Raja Babilonia, lalu kembali menikah dengan saudari raja sebelumnya, lalu dengan putri raja Arzawa. Begitu jugalah kaum Salibis mendekati bangsa Tatar. 


Dengan senjata ikatan perkawinan mereka mendapat kesempatan untuk memperkuat aliansinya dalam memerangi kaum muslimin, setelah ratusan tahun mereka kehabisan strategi di medan perang. Mereka menikahkan saudari Kaisar Yunani Kuno (Byzantiun) dengan raja Tatar. Dengan begitu, persekutuan aliansi mereka semakin kuat, mereka berhasil menyerbu dunia Islam. Bersamaan dengan kematian raja Tatar, keponakan Yalbogha salah seorang panglima Mongol terbunuh ketika sadang berburu di sekitar Damaskus. Akibatnya, bangsa Tatar mengambil kesimpulan bahwa kaum Salibis mencari-cari kesempatan yang tepat untuk membatalkan perjanjian setelah kematian raja Tatar. Mereka khawatir terhadap sikap kaum Salibis tersebut sehingga mereka menyandera para komandan pasukan salib. Hal ini membuat mereka ketakutan dan memilih untuk membubarkan aliansi mereka. Peristiwa ini terjadi sebelum mereka melancarkan serangan gabungan ke Mesir. Setelah kekalah kaum Salibis tersebut, pada akhirnya mereka kemmbali menggunakan kesempatan dalam menjalin hubungan perkawinan sebagai sebuah senjata ampuh. Mereka mengutus putra mahkota Pranscis untuk menikahi putri mahkota Etiopia. Setelah pernikahantersebut mereka berusaha untuk membelokkan aliran sungan Nil yang menjadi urat nadi kehidupan rakyat Mesir. Roda sejarah terus berputar, agresi militer Prancis telah mencapai Mesir, kekalahan demi kekalahan pun terjadi hingga membuat Napoleon keluar dari Mesir dengan penuh kegelisahan. Pada tahun 1800, penggantinya yang bernama Jean-Baptiste Kleber terbunuh. Jacques-Prancois Menou akhirnya menggantikan Kleber. Dia merasa optimis untuk menempuh jalan perkawinan dalam rangka mengokohkan kekuatan militernya. Untuk itu, dia menikahi Zainab anak sulung raja Mesir dan menyatakan masuk Islam untuk merebut simpati orang-orang Mesir.

Dalam sejarah Sudan bahwa sosok az-Zubair Pasya Rahma Mansur (1830-1913) memiliki kepribadian yang tiada duanya. Az-Zubair Pasya adalah orang Sudan Utara yang pertama yang diterima oleh orang-orang Selatan sebagai penguasa mereka dengan penuh kerelaandan penghormatan. Pada tahun 1874 M, ia mampu membentuk pasukan yang jumlahnya mencapai 10.0000 personel. Hal itu ia mengetahui cara mengambil hati orang-orang Selatan, yaitu dengan cara menikahi putri salah satu kepala suku mereka yang bernama Ranbuh.

Bukankah puncak perayaan Israel Maz’um, adalah untuk mengenang jasa Salome, yang merupakan sebuah figur yang jelas tentang para pelacur yang menikahi para raja yang memusuhi Yahudi dengan cara melanggar peraturan pernikahan. Kemudian, saat wanita tersebut berada dalam dekapan suaminya, ia sukses merayu suaminya untuk membunuh tujuh puluh ribu musuh Yahudi dalam satu malam. Dari bebarapa kisah tersebut mengantar serta mengupas tujuan dan motivasi sesungguhnya menjalani pernikahan dalam kehidupan. Bahwa pernikahan merupakan sebuah sarana untuk menyempurnakan keimanan. 

Dalam hal ini, perlu juga melihat motivasi Rasulullah Saw., dalam melangsungkan pernikahan, seperti yang terdapat dalam karya Abdul Halim Khafaji, al-Kawakib Haula ar-Rasul Saw.

Rasulullah Saw., menikahi Khadijah yang dikenal sebagai wanita yang terpandang, cerdas, berkpribadian, pandai memanajemen dan wanita yang menjaga harga diri di kalangan kaumnya. Sifat-sifat inilah yang menjadi motivasi pernikahan Rasulullah Saw., beliau lebih memprioritaskan hal yang demikian dari pada motivasi yang berbentuk harta dan keindahan penampilan. Bahkan beliau tidak mempermasalahkan pautan usia yang jauh berbeda. Motivasi Rasulullah Saw., menikahi Saudah binti Zam’ah adalah ketika Khaulah binti Hakim as-Salmi menemui Rasulullah Saw., untuk menawarkan Aisyah kepada beliau. Saat itu, Khaulah binti Hakim as-Salmi memberikan gambaran kepada Rasulullah Saw., mengenai  Saudah binti Zam’ah yang telah lama ditinggal mati suaminya karena terjadi medan pertempuran.  Sedang umur lebih tuan daripada usia Rasulullah Saw. Penampilannya kurang cantik, akan tetapi sangat terampil dalam urusan rumah tangga serta dalam merawat putra-putri beliau. Melihat kondisi permusuhan antara kabilah Bani Abdu Syams dengan Bani Hasyim yang sedang bermusuhan. Dengan langkah menikahi Saudah binti Zam’ah merupakan cara untuk meminimalisir agar permusuhan dapat dihindari, dan hal itu sungguh jalan yang tepat serta hal yang demikian jugalah yang menjadi motivasi Rasulullah Saw., menikahi Saudah binti Zam’ah. 


Setelah itu Rasulullah Saw., pun melamar Siti Aisyah terlebih dahulu meminta pertimbangan kepada isterinya Saudah binti Zam’ah. Setelah Aisyah, Hafsah pun dinikahi Rasulullah sebagai perhormatan untuk ayahnya, Umar bin Khattab. Sedangkan motivasi Rasulullah menikahi Zainab binti Jahsy terdapat penjelasannya dalam Alquran surah al-Ahzab ayat 37. Bahwa ayat tersebut datang untuk menghapus tradisi mengadopsi anak dan dianggap sebagai anak kandung, demikian itu banyak terjadi pada masyarakat jahiliyyah. 


Adapun Zainab binti Khuzaimah yang dinikahi Rasulullah saat umurnya telah mencapai 63 tahun, ia tidak memiliki pelindung saat suaminya gugur pada saat membela agama Allah yang terjadi pada peperangan perang Badar. Motivasi Rasulullah adalah untuk meluruskan persepsi tentang ikatan perkawinan itu bukan semata-mata berhubungan dengan kepuasaan seksuat belaka, melainkan sebuah tanggungjawab besar berupa pemenuhan nafkah bagi wanita yang lanjut usia, agar ia merasa tenang dengan keberadaan seorang pendamping hidup dan yang memperhatikannya. Adapun Ummu Salamah, Hindun binti Umayyah setelah suaminya gugur dalam medan pertempuran, tak ada lagi keluarga untuk melindungi anak-anak yatim serta yang memberikan nafkah. Motivasi Rasulullah menikahi mereka adalah untuk melindungi anak-anak yatim, mempraktekkan keadilan dalam mengurusi urusan kehidupan para isteri dan anak-anak yatim, dalal Alquran dijelaskan dalam surah an-Nisaa ayat  3. 


Sementara pernikahan Rasulullah dengan Ummu Habibah, Ramlah binti Abu Sufyan. Pertama, ia adalah putri Abu Sufyan yang merupakan membawa permusuhan. Kedua, kabilah bani Abdu Syams merupakan musuh bebuyutan Bani Hasyim. Pernikahan tersebut membuahkan hasil sehingga dapat merangkul hati musuh-musuhnya sehingga terjalinnya persahabatan dan kekerabatan kekeluargaan. Sedangkan motivasi Rasulullah Saw., menikahi Shafiyyah binti Huyai dan Mariyah al-Qibthiyah dalam satu riwayat disebutkan bahwa beliau memberikan pilihan kepada Shafiyah antara masuk Islam, dimerdekakan atau dinikahi dan kembali ke keluarganya. Akhirnya, Shafiyah pun memilih masuk Islam dan menikah dengan beliau. Demikian juga Mariyah ia adalah wanita yang dikirimi untuk beliau sebuah hadiah dari al-Muqauqis penguasa Koptik Mesir. Merupakan gambaran singkat terhadap motivasi Rasulullah Saw., dalam menikah.

Komentar

Postingan Populer