SEMANGAT HIJRIYAH: MENEPIS KEEGOAN BERBANGSA

 SEMANGAT HIJRIYAH: MENEPIS KEEGOAN BERBANGSA

Hikmatiar Harahap

Moment tahun baru Islam 1443 H menjadi renungan sekaligus peringatan kepada bangsa Indonesia agar membebaskan diri dari pada bentuk keegoan, ketakutan. Kalau dalam filsafat bahwa keegoan dan ketakutan merupakan bentuk dari pada ekspresi diri dan sesuatu yang natural. Tetapi, kalau sudah keterlaluan (kelewatan) tentu sangat tidak baik lagi untuk dikembangkan sebab ego memiliki opini berlebihan tentang dirinya sendiri. Dalam percaturan kekinian, bahwa bangsa ini terlalu mengedepankan keakuan daripada kepentingan bersama. Keegoan dalam ungkapan Jami’ ibarat hidup yang dingin tidak berwarna, hidup yang hitam putih tidak cerah. Demikian itu memberikan tamsil bahwa hati para pemimpin bangsa ini belum segar dan ingin menghalangi kemajuan dan kejayaan, terbukti dengan banyaknya kasus-kasus korupsi, suap, jual beli jabatan dan lainnya yang silih berganti. Keegoan ini juga, tidak hanya dipraktekkan para pemimpin, melainkan masyarakat sendiri sudah terlanjur bahkan menjadi tradisi dalam kehidupan misalnya buang sampah sembarangan, menerobas lampu merah, berjualan di trotoar dan sebagainya. Keegoan ini telah membudaya dalam masyarakat bangsa, mungkin untuk mengobatinya diperlukan ruqyah secara nasional.

Bentuk keegoan ini akan menimbulkan sikap ingin mendahulukan nafsu, hal ini sangat berbahaya sebab akan memunculkan kesusahan dan penderitan kolektif kebangsaan, akhirnya langkah menuju kemajuan hanya sebatas pandangan kebenaran yang diyakininya semata. Hal ini, sangat berbahaya atas nama kebangsaan, sebab akan menimbulkan badai, nilai humanis akan tercabik-cabik serta meruntut sampai arus bawah kehidupan. Gelombang gejolak tidak akan terbendung bilamana sudah terlanjur terusik ketenangan dan kesenangan yang selama ini dibangun atas dasar kerelaan dan kesabaran sebagai rakyat. Tentu, semua meyakini awal dari keegoan mulai dari kesesatan berfikir seperti ketidakmauan berdiskusi dan bertukar fikiran dengan orang-orang yang bijaksana. Pada akhirnya, berfikir cerdas, sistematis sepertinya dipinggirkan untuk sesaat. Tentu, kita merasa sedih dan galau keadaan yang mendera bangsa ini, nampaknya akan terus berjalan bilamana kesadaran kolektif belum muncul dari pada hati sanubari.

Memandang Indonesia harus realistis agar dapat berkembang dan mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan bangsa. Tetapi bangsa ini persis seperti guyonan Gus Dur yang menyatakan bangsa Indonesia antara yang dibicarakan dan yang dikerjakan beda. Ini pertanda, bahwa penyakit bawaan bangsa ini kurang menghargai pendapat, pemikiran dari orang yang mumpuni, kualitas, mahir  pada bidangnya. Seperti pernyataan dalam buku Tafsir al-Wasi’ karya Ansari Yamamah bahwa profesionalitas menjadi kunci utama dalam mencapai target, tujuan dan kemajuan (the will to production). Hal ini menjadi pukulan telak agar bangsa ini cepat membersihkan diri dan pikiran dari noda dan kotoran yang melekat dan menyatu dalam kehidupan. Untuk itu, tepat agar mengedepankan sikap realistis untuk menemukan kenyataan hidup yang terjadi selama ini, agar dapat dicarikan solusi untuk mewujudkan kehidupan yang lebih layak dan bermakna. Perlu dipahami bahwa sosok pribadi yang kurang realitis cenderung menutup diri dan kesannya kurang percaya diri sehinggga kebenaran yang benar datangnya dari satu arah.

Ego merupakan natural dalam diri manusia, langkah untuk mewujudkan sisi positif mestinya mampu memahami dan membuat pilihan-pilihan dan diri yang tentram dan damai. Penjabaran dari pilihan-pilihan hidup tentu harus bersandarkan pada kenyataan dasar dan tujuan negara dalam hal ini terlihat jelas dalam pembukaan UUD 1945 untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah dasar pandangannya agar mampu menghindar dari bentuk-bentuk keegoan. Sedangkan diri yang tentram dan damai dapat diwujudkan melalui tiga elemen, antara lain; menyadari diri sendiri, mengawasi diri sendiri secara terus-menerus, serta menerapkan rasa kasih sayang.

 

Komentar

Postingan Populer